Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Aturan Menteri Susi, Pengusaha Ikan Lapor ke DPR

Kompas.com - 20/01/2015, 13:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —
Pelaku usaha perikanan kompak menentang sejumlah peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti karena dinilai merugikan mereka. Para pelaku usaha ini akan mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melaksanakan rapat dengar pendapat pada Rabu (21/1/2015) besok.

Mereka mengklaim, beberapa kebijakan Menteri Susi telah merugikan. Contohnya, potensi kerugian pelaku usaha perikanan ikan kerapu sebesar 45 juta dollar AS per tahun. Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengatakan, setiap tahun, pembudidaya kerapu mengekspor 4.600 ton ikan tersebut dengan nilai 45 juta dollar AS.

Produksi kerapu tersebar dari Maluku Utara, Maluku Selatan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Sumatera, hingga Natuna. "Produksi dan ekspor ikan kerapu merupakan sumber devisa negara yang juga menghidupi lebih dari 100.000 kepala keluarga," ujarnya kepada Kontan, Selasa (20/1/2015).

Namun, sejak terbitnya Permen Nomor 57 Tahun 2014 pada Desember 2014, yang melarang bongkar muat di tengah laut atau transhipment, para pembudidaya ikan tidak dapat lagi melakukan ekspor. Sementara itu, ekspor dengan pengiriman via udara berbiaya terlalu tinggi. Bila peraturan itu tidak dicabut, Wajan mengklaim, ikan kerapu tidak dapat dipasarkan sehingga lebih dari 100.000 produsen lokal terancam bangkrut.

Para pembudidaya ikan kerapu juga khawatir para pembeli ikan kerapu akan beralih ke negara lain, seperti Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Dengan demikian, dalam waktu dekat, pasokan ikan kerapu dunia dapat direbut dan dikuasai oleh negara-negara tersebut. "Padahal, Indonesia adalah pemasok bibit-bibit ikan kerapu ke negara-negara ini," tambahnya.

Abilindo mendesak DPR menekan Menteri Susi untuk meninjau kembali keputusan tersebut. Terlebih lagi, kebijakan itu tidak mengajak pengusaha duduk bersama dan memberikan waktu sosialisasi yang memadai. Justru regulasi baru ini mengurangi harga produk hingga sebesar 25 persen dibandingkan yang bisa dijual oleh Malaysia.

Selain Asosiasi Ikan Kerapu, para produsen lobster juga akan ikut bersama mengadukan nasibnya ke DPR. Kepala Dinas Keluatan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Aminullah mengatakan, Permen Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan juga berpotensi mematikan mata pencaharian para nelayan di wilayah NTB. Sebab, bibit lobster para nelayan NTB sebanyak 4,9 juta ekor pada periode Januari-Oktober 2014 telah siap diekspor ke Vitenam.

Ia memperkirakan, bibit lobster yang telah diekspor pada akhir tahun 2014 mencapai lebih dari 5 juta ekor. Nah, bila kebijakan Menteri Susi ini tetap berlanjut, maka potensi kerugian yang dialami nelayan NTB sangat besar dan melahirkan pengangguran baru di wilayah NTB. Sementara itu, sejumlah nelayan di Tanah Air juga melakukan demonstrasi menolak peraturan Menteri KKP yang dinilai mendiskriminasikan nelayan lokal.

Pada Rabu (21/1/2015) besok, DPR telah memutuskan memanggil Susi terkait kebijakan tersebut. Berdasarkan surat undangan DPR yang salinannya diperoleh Kontan, Susi diundang rapat pada pukul 10.00 WIB dengan Komisi IV DPR. Rapat tersebut juga dihadiri pimpinan sejumlah asosiasi perikanan di Indonesia. (Noverius Laoli)

Baca juga: Larang Perdagangan Kepiting Telur, Menteri Susi Dapat Ancaman Santet

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com