Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Perekonomian Merasa Berada pada Posisi Paling Sulit di Kabinet

Kompas.com - 04/05/2015, 18:49 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menilai wajar jika masyarakat tidak puas atas kinerja tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ia menganggap wajar karena beberapa kebijakan yang diambil tim ekonomi Jokowi-Kalla bukan kebijakan populer.

"Salah satunya adalah kami menghilangkan subsidi. Subsidi itu kan tidak populer karena kalau seandainya subsidi bisa digunakan karena tergantung masyarakat. Tapi subsidi itu akan untuk membangun infrastruktur," kata Sofyan, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (4/5/2015), ketika ditanya pendapatnya mengenai rencana reshuffle kabinet.

Selain itu, permasalahan ekonomi dunia yang sulit berdampak terhadap perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang rendah serta perekonomian Eropa yang dirundung krisis mengakibatkan harga komoditas berantakan.

"Itu semua mengurangi daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mungkin disalahkan Menko Polhukam, tetapi pasti ke Menko Perekonomian," kata Sofyan.

Ia bahkan menyebut Menko Perekonomian dan menteri-menteri bidang ekonomi lainnya berada dalam posisi paling sulit saat ini.

"Siapa pun dalam posisi Menko Perekonomian atau posisi (menteri) ekonomi adalah paling sulit, karena ekonomi sulit itu," kata Sofyan.

Mengenai kinerja menteri-menteri di bawah koordinasinya, Sofyan enggan berkomentar. Ia tak mau menilai apakah perlu dilakukan penggantian menteri di bidang ekonomi atau tidak.

Sinyal reshuffle

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengisyaratkan bakal adanya perombakan kabinet atau reshuffle. Kalla berpendapat bahwa reshuffle diperlukan untuk peningkatan kinerja kabinet. Untuk tujuan itu, Kalla menilai, diperlukan sosok yang tepat untuk mengisi kabinet sesuai dengan kemampuannya.

Dorongan reshuffle ini muncul dari sejumlah partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Selain untuk meningkatkan kinerja ekonomi, perombakan juga diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah yang dinilai mulai menurun. (baca: Politisi PDI-P: Ada Menteri yang Terlalu Banyak Pesan Sponsor)

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Yandri Susanto menyampaikan bahwa evaluasi harus dilakukan, terutama untuk menteri-menteri perekonomian. PAN menilai, kinerja perekonomian pemerintahan Jokowi-Kalla relatif kurang baik. Salah satu buktinya, pemerintah dinilai tak bisa mengendalikan kenaikan harga bahan pokok pangan. (baca: Menteri-menteri Ekonomi Jokowi Belum Optimal)

Dorongan perombakan kabinet juga muncul dari Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Bali Bambang Soesatyo. Ia menyarankan Presiden segera mempercepat penggantian. Golkar, tambah Bambang, menilai, tim ekonomi Kabinet Kerja tak sensitif. Hal itu terbukti dengan terus naiknya harga-harga bahan kebutuhan pokok.

Selain itu, menteri-menteri ekonomi juga dianggap tak mampu menyesuaikan ritme kerja setelah perubahan subsidi energi. Perubahan harga BBM yang fluktuatif itu berdampak pada harga kebutuhan pokok dan tarif angkutan umum. Kondisi itu membuat popularitas pemerintah turun. Bahkan, survei sebuah lembaga menunjukkan lebih dari 66 persen rakyat tak puas dengan kinerja di bidang ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Spend Smart
Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Whats New
Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Whats New
Kian Menguat, Harga Bitcoin Kembali Tembus 67.000 Dollar AS per Keping

Kian Menguat, Harga Bitcoin Kembali Tembus 67.000 Dollar AS per Keping

Whats New
Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com