Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi Acungkan Jempol Keputusan Menkeu Naikkan BM

Kompas.com - 31/07/2015, 13:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com  –  Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengapresiasi keputusan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menaikkan bea masuk (BM) impor barang-barang konsumsi. Padahal, sebagian kalangan mengeluhkan kebijakan itu. Soalnya, kenaikan bea masuk tersebut berpeluang meningkatkan inflasi. Kini, sejumlah produk perikanan dan olahan yang berasal dari luar negeri terkena bea masuk (BM) sebesar 15 persen dan 20 persen.

Saat ditanyakan mengenai hal tersebut, Susi pun hanya mengacungkan jempol, seraya berkata, “BM impor berarti kita punya keberpihakan terhadap produk Indonesia. Bagus,” ucap Susi singkat ditemui usai halalbihalal, di Jakarta, Jumat (31/7/2015).

Susi mengakui saat ini beberapa produk perikanan dan olahannya masih banyak yang didatangkan dari luar negeri, salah satunya ikan salmon. Pasalnya, tak ada produksi ikan salmon di Indonesia.

Sementara itu, menanggapi masih adanya impor sirip ikan hiu, Susi juga tidak menampik. “(Memang) Tidak semua hiu dilarang (dikonsumsi). Ada yang boleh, ada yang tidak boleh,” kata Susi.

Sekadar informasi, Susi adalah salah satu menteri yang terkenal lantaran sangat vokal soal keberlangsungan (sustainability) sumber daya laut.  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132/PMK.010/2015, menyatakan bahwa importasi ikan diolah atau diawetkan, kaviar, dan pengganti kaviar yang diolah dari telur ikan dibebani BM. Ikan salmon, herring, dan sarden dikenakan BM sebesar 15 persen.

Adapun, ikan jenis tuna, cakalang, dan bonito impor pun dikenakan besaran BM sebesar 20 persen. Ikan makarel, ikan teri, dan ikan belut impor dibebankan BM sebesar 15 persen. Olahan ikan seperti sirip ikan hiu siap konsumsi, sosis ikan, dan baso ikan serta baso udang impor dikenakan BM sebesar 15 persen. Sementara itu,  jenis krustasea, moluska, dan invertebrata impor seperti kepiting, udang, dan olahannya dikenakan BM sebesar 15 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com