Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KA Trans-Sulawesi Terwujud

Kompas.com - 20/08/2015, 16:00 WIB

MAKASSAR, KOMPAS - Pembangunan jalur kereta api trans-Sulawesi ruas Makassar-Parepare mulai memasuki tahapan baru berupa pembantalan jalur. Menurut rencana, pengerjaan tersebut akan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (21/8/2015) besok, di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengemukakan rencana pembantalan jalur KA trans-Sulawesi itu di Makassar, Rabu (19/8/2015). "Ini adalah jalur kereta api pertama yang dibangun oleh bangsa sendiri sejak kemerdekaan," katanya.

Ia pun berharap proses pembangunan dapat berjalan lancar sehingga moda transportasi kereta api publik pertama di Pulau Sulawesi itu bisa dinikmati pada 2017. "Kereta api akan mengubah peradaban Sulsel. Tidak ada negara yang maju tanpa kereta api," ujarnya.

Peletakan batu pertama pembangunan jalur KA trans-Sulawesi dilaksanakan pada 12 Agustus 2014 oleh Menteri Perekonomian saat itu, Chairul Tanjung. Ruas pertama yang dibangun, yakni sepanjang 146 kilometer, melintasi Makassar, Maros, Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Barru, dan Parepare.

Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Sulawesi Selatan Masykur A Sulthan mengatakan, tahap awal pembangunan adalah pembebasan 30 kilometer lahan di wilayah Kabupaten Barru.

"Saat ini pembayaran lahan sudah mencapai 60 persen dan sisanya akan diselesaikan bulan ini," ujar Masykur.

Ia menambahkan, biaya pembebasan lahan ditanggung pemerintah daerah sebesar Rp 108 miliar. Adapun pembebasan lahan tahap kedua hingga selesai akan dibiayai oleh APBN. Untuk tahap kedua, lahan yang akan dibebaskan sepanjang 70 kilometer di wilayah Pangkep dan Maros dengan anggaran Rp 200 miliar.

Masykur mengatakan, pembantalan yang akan dilakukan besok, yakni di lintasan lahan yang telah siap di wilayah Barru. Hal itu bersamaan dengan pengerjaan lahan di bagian lintasan yang lain. Sementara itu, pemasangan badan rel dijadwalkan dilaksanakan pada Oktober nanti.

Pakar transportasi Universitas Hasanuddin, M Yamin Jinca, mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan aspek pembebasan lahan. Jika tak ditangani dengan baik, hal itu dapat menghambat rencana pembangunan.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo secara resmi membentuk tim penilai internasional independen proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Tim penilai itu dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wakil Ketua Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, beranggotakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pembentukan tim penilai itu tertuang dalam peraturan presiden (perpres). Mereka bertugas menentukan konsultan internasional yang mendapat kewenangan menilai proposal proyek kereta cepat selambat-lambatnya 31 Agustus 2015.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat segera diputuskan siapa konsultan independen itu. Keputusan akan dibuka ke publik dengan standar internasional sehingga memberi kepuasan bagi pihak yang mengajukan proposal proyek," kata Pramono.

Perpres yang dimaksud juga mengatur tentang aspek sosial, budaya, dan tenaga kerja dalam mengambil keputusan. Pramono belum bisa menyebutkan nomor perpres yang dimaksud karena memang baru ditandatangani Presiden kemarin. (NDY/ENG)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Agustus 2015, di halaman 18 dengan judul "KA Trans-Sulawesi Terwujud".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com