KOMPAS.com - Gurat kegusaran tak ada lagi di wajah Ali Akbar. Padahal, saat mendapat kesempatan berbicara langsung dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi (Menteri Desa) Marwan Jafar di Ruang Pola Kantor Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada Sabtu (12/9/2015) malam, pria bertubuh besar itu memaparkan keprihatinannya ihwal harga jahe yang susut drastis. "Saya heran sekali harga jahe turun," kata Kepala Desa Baji Pamai, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan ini sembari menggelengkan kepala.
Jahe adalah tanaman pertanian unggulan Desa Baji Pamai. Di desa tersebut, ada sekitar 100 hektar lahan jahe. Menurut Ali Akbar yang karib dipanggil "Pak Kades" itu, harga bibit jahe per kilogram saat ini menyentuh angka Rp 15.000 per kilogram. Tapi, saat panen, jahe segar cuma berbanderol Rp 3.000 per kilogram. "Saya duga, ada tengkulak yang bermain harga," bisiknya kepada Kompas.com.
Jahe, imbuh Pak Kades, juga menjadi salah satu tumpuan harapan 1.380 warga Desa Baji Pamai. "Hampir 50 persen warga kami menanam jahe," imbuh pria yang lahir di desa tersebut 46 tahun silam.
Lantaran itulah, Pak Kades mengaku memutar otak untuk menghadapi para tengkulak yang ditengarai menjadi biang keladi anjloknya harga jahe. Untuk yang satu ini, Ali Akbar, bapak dua anak itu, memilih mengikuti saran Menteri Marwan Jafar. Dalam kesempatan itu, Marwan memberi saran agar warga Desa Baji Pamai membuat Badan Usaha Milik (BUM) Desa. "Sebetulnya kami sudah punya," tutur Pak Kades.
Seturut Peraturan Menteri Desa (Permendesa) Nomor 4/2015 tentang Badan Usaha Milik (BUM) Desa pada Bab 2, BUM Desa adalah upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa. Sementara, pada Bab 3 termaktub delapan tujuan pendirian BUM Desa yakni meningkatkan perekonomian Desa, mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa, mengembangkan rencana kerja sama usaha antar-desa dan/atau dengan pihak ketiga, menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi Desa, dan meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.
Pak Kades Ali Akbar mengatakan sejak tiga tahun masa baktinya selama ini, BUM Desa Baji Pamai memang belum memaksimalisasikan tugas pada usaha penanaman jahe. BUM Desa lebih berkonsentrasi pada pertanian cabai dan tomat. "Cabai dan tomat kami dijual hingga ke Samarinda," katanya terkesan bangga.
Tak hanya itu, BUM Desa juga menaruh perhatian lebih pada peternakan sapi potong. Terkait kegiatan ini, Pak Kades mengaku bahwa bisnis pribadinya pun memelihara sapi
potong. Setiap tahun, Pak Kades bisa menjual hingga 300 ekor sapi potong ke berbagai daerah. "Bulan ini kami sudah mengirim 150 ekor sapi ke Jakarta untuk dijual menjelang Hari Raya Idul Adha pada Kamis (24/9/2015) mendatang. "Kami membagikan bibit-bibit sapi kepada warga masyarakat untuk kemudian sapi-sapi itu (setelah cukup dewasa dan berbobot ideal) kami beli lagi," ujar Ali Akbar.
Jahe
Untuk memuluskan langkah itu, Pak Kades menggandeng mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Makassar. Saat melakukan praktik kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Baji Pamai, para mahasiswa universitas tersebut mengajari warga membuat saus tomat dan saus cabai.
Secara konkret, kata Pak Kades lagi, pihaknya akan memanfaatkan kucuran Dana Desa sebesar Rp 300 juta untuk tahun 2015. "Kami akan menggunakan 50 persen Dana Desa untuk modal usaha," tuturnya sembari menambahkan selain dana sebesar itu, Desa Baji Pamai masih mendapatkan dana Rp 300 juta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Maros.