Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNP2TKI: Semua Pihak Harus Duduk Bersama Benahi Persoalan TKI

Kompas.com - 25/11/2015, 20:17 WIB
JEMBER, KOMPAS.com - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyarankan para pihak berkepentingan perlu duduk bersama untuk mencari pemecahan bermacam masalah buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI). Buruh migran memberi kontribusi penting bagi pembangunan, namun di saat yang sama mereka mengalami berbagai persoalan.

"Kita harus duduk bersama, bersinergi untuk mengidentifikasi, mengatasi bahkan sekaligus mengeliminasi permasalahan tersebut," kata Tenaga Profesional BNP2TKI Rachmat Ismail pada sidang pleno ketiga bertema "Migrasi dan Pembangunan" di Gedung Soetardjo Universitas Jember, Selasa (24/11/2015).

Tampil pada sidang pleno tersebut antara lain Wahyu Susilo dari Migrant CARE, Maria Bo Niok, mantan buruh migran, serta Kepala Badan Pelayanan Penyelesaian Perselisihan Tenaga Kerja (BP3TKI) Dinakertransduk Provinsi Jawa Tengah Budi Prabawaning Dyah.

Seperti dikatakan Kepala BNP2TKI  Nusron Wahid saat meresmikan Pertemuan Pekerja Migran pada Selasa pagi, negara memang harus hadir agar buruh migran terlindungi dan menjamin terpenuhi hak-haknya. Komponen negara itu meliputi pemerintah, komunitas masyarakat, dan rakyat harus duduk bersama.

Para pembicara mengakui bahwa permasalahan berawal dari prapenempatan. Misalnya, UU No 39 Tahun 2004 yang dinilai tidak sensitif jender. Dalam UU tersebut, kata wanita hanya disebutkan satu kali, dan itupun hanya terkait kehamilan, serta tidak mencakup kerentanan yang akan dihadapi TKI wanita dan menjamin serta melindungai hak-hak mereka.

Kebanyakan TKI juga cenderung tidak melalui prosedur normal. Bahkan, ada yang buta huruf dan tiba-tiba bisa berada di Malaysia atau negara lain tanpa memiliki kompetensi. Para TKI juga tidak mempunyai sikap mental yang baik hingga sering memperoleh perlakuan tidak manusiawi.

Namun, terkait kekerasan yang dialami buruh migran, Lalu Muhammad Iqbal, Direktur PWNI-BHI Kemenlu, menyatakan jumlah kasus yang dialami buruh migran umumnya menurun.

"Pada tahun 2014 tercatat 7.530 buruh migran laki dan turun menjadi pada tahun 2015 yakni 2.724 yang mengalami kasus. Adapun pada 2014, 9.483 wanita mengalami kasus dan turun menjadi 6.827 wanita pada tahun ini," katanya.

Penurunan kasus tersebut merupakan hal yang positif. Iqbal mengatakan, sekalipun demikian banyak hal masih harus dilakukan.

"Termasuk di antaranya, perlunya TKI dibekali pengetahuan tentang manajemen risiko dan mitigasi," kata Iqbal.

Sementara itu, Budi Prabawaning Dyah, menyatakan pihaknya telah memperbaiki prosespra penempatan.

"Kami mengadakan bimbingan teknis bagi calon tenaga kerja. Bagi mereka yang lulus baru boleh bekerja di luar negeri. Murid SMK kejuruan juga dididik agar berkembang menjadi TKI formal," katanya.

Sementara itu, menurut Fals Bay dari Lembata, menyarakan agar undang-undang yang baru tidak sentralistik.

"Para pihak terkait seharusnya menjalankan kebijakan, bagaimana daerah melihat masalah bukan bagaimana pusat melihat masalah. Mengingat daerah yang lebih tahu masalahnya dibanding pusat," ujarnya.

Adapun Maria Bo Niok menyarankan supaya para TKI purna yang berhasil meningkatkan statusnya juga dilibatkan secara aktif dalam kebijaksanaan.

Dilain pihak, Sarwendah, yang berasal dari Malang, mengusulkan supaya TKI di luar negeri yang memiliki kreatifitas diberikan wadah.

"Supaya kelak bisa langsung membangun usaha sendiri ketika sudah kembali ke Tanah Air," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com