Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/02/2016, 06:07 WIB
Oleh Rudiyanto
@Rudiyanto_zh

KOMPAS.com - Dalam suatu sesi talkshow pada saat Pesta Reksa Dana yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia dari 27 – 30 Januari 2016 yang lalu, seorang peserta bertanya apakah reksa dana bisa bangkrut?

Sebagai investor, tentu saja salah satu kekhawatiran utamanya adalah ketika dana hasil kerja keras yang diinvestasikan ke reksa dana tidak bisa kembali karena pengelolanya bangkrut.

Jika kita mengikuti berita ekonomi, pada saat krisis ekonomi menimpa Amerika Serikat pada tahun 2008, beberapa perusahaan pengelola investasi yang terkemuka bangkrut karena imbas krisis tersebut.

Meski demikian, sekalipun jika perusahaan pengelola atau Manajer Investasi bangkrut, sebenarnya dana milik nasabah di reksa dana masih tetap aman. Kok bisa? Mari kita pelajari cara kerja reksa dana.

Kontrak Investasi Kolektif
Reksa dana merupakan kontrak investasi kolektif antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian yang bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat untuk kemudian diinvestasi di produk pasar modal.

Sesuai dengan definisi di atas, berarti dalam reksa dana terdapat 2 pihak yaitu Manajer Investasi dan Bank Kustodian. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sudah tercantum dengan jelas dalam kontrak tersebut.

Referensi: Bank Kustodian, Manajer Investasi, dan Agen Penjual Reksa Dana

Secara sederhana, kewajiban Manajer Investasi adalah melakukan pengelolaan dana dan atas pengelolaan tersebut perusahaan diperbolehkan mengutip biaya pengelolaan (management fee).

Ketika investor berminat menanamkan dananya, uang milik investor ditransfer ke rekening reksa dana di bank kustodian. Kemudian dari dana tersebut, Manajer Investasi bisa memberikan instruksi kepada bank kustodian untuk membayar / menagih atas transaksi pembelian / penjualan surat berharganya.

Penyimpanan aset-aset tersebut secara fisik dilakukan di bank kustodian, namun karena sekarang sudah berbasis elektronik maka penyimpanannya lebih banyak dalam bentuk dokumen baik yang cetak maupun elektronik.

Secara fisik, Manajer Investasi tidak memiliki hak untuk mengakses aset tersebut sehingga aman dari risiko pencurian. Aset yang disimpan di reksa dana juga tidak bisa diakui sebagai aset milik Manajer Investasi.

Dengan prosedur tersebut, maka sekalipun Manajer Investasi bangkrut, uang nasabah dan aset surat berharga tetap aman disimpan di bank kustodian.Apabila kreditur menyita aset milik Manajer Investasi, aset nasabah yang tersimpan di reksa dana tidak dapat disita karena bukan milik Manajer Investasi.

Dalam hal jika Manajer Investasi pengelolanya bangkrut, biasanya pilihan yang diambil adalah membubarkan reksa dana tersebut dengan cara menjual seluruh aset dan mengembalikan kepada masing-masing investor. Opsi lain adalah mengalihkannya kepada Manajer Investasi yang lain.

Bagaimana jika Bank Kustodian yang bangkrut?
Dalam perbankan, kita mengenal LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).Dengan adanya LPS, apabila suatu bank bangkrut maka nasabah yang ditempatkan di bank tersebut masih aman asalkan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh LPS.

Dalam kasus bank kustodian bangkrut, apakah ada mekanisme serupa untuk aset yang disimpan bank kustodian? Jawabannya tidak karena penempatan dana masyarakat pada bank dan penyimpanan aset reksa dana pada bank kustodian menggunakan prosedur yang berbeda.

Ketika nasabah menempatkan dananya di tabungan, giro atau deposito perbankan, dana tersebut masuk dalam laporan keuangan bank dan dicatatkan sebagai kewajiban bank tersebut. Dalam bahasa perbankan, dana masyarakat ini disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK).

Karena merupakan kewajiban, bank mengasuransikan DPK tersebut kepada LPS dengan membayar sejumlah premi. Untuk DPK yang memenuhi ketentuan LPS, apabila terjadi kebangkrutan, maka LPS yang akan membayarkan dana masyarakat.

Untuk reksa dana, pada dasarnya tidak dicatatkan dalam laporan keuangan bank karena sifatnya hanya dititipkan. Penyimpanan aset reksa dana pada bank kustodian itu pada dasarnya sama seperti anda menyimpan harta anda di Brankas/Safe Deposit Box (SDB) perbankan.

Ketika anda menyimpan harta dan surat berharga seperti akte tanah, akte properti, perhiasan, uang kas, emas dan lainnya pada SDB, biasanya bank tidak mendata apa saja yang disimpan. Demikian juga dengan reksa dana, karena mereka hanya menyediakan fasilitas penitipan.

Dengan demikian apabila terjadi kebangkrutan pada bank kustodian, maka aset yang terdapat dalam SDB tersebut tetap aman karena tidak bisa ikut disita.Satu-satunya risiko aset yang disimpan dalam SDB adalah hilang.Penyebab kehilangan bisa karena kelalaian dalam melakukan penyimpanan.

Untuk hal ini, dalam Undang-Undang Pasar Modal telah disebutkan bahwa jika aset reksa dana yang disimpan hilang karena kelalaian dari Bank Kustodian, maka mereka wajib mengganti kehilangan tersebut.

Dengan penjelasan di atas, maka sekalipun bank kustodian bangkrut, maka aset reksa dana masih aman. Sama seperti kasus Manajer Investasi, jika suatu bank kustodian bangkrut maka pilihannya adalah reksa dana dibubarkan, seluruh aset dijual dan dikembalikan ke nasabah. Atau alternatifnya dialihkan kepada bank kustodian yang lain.

Yang dapat membuat investor reksa dana kehilangan seluruh investasinya bukanlah Manajer Investasi atau Bank Kustodian yang bangkrut. Tapi jika Manajer Investasi yang mengelola reksa dana tersebut menginvestasikannya pada perusahaan dan perusahaannya tersebut bangkrut.

Jadi untuk investasi saham, berarti perusahaan penerbit saham bangkrut dan untuk investsai obligasi, berarti perusahaan penerbit obligasi gagal bayar.

Dalam hal ini, peraturan OJK telah melindungi nasabah dengan mensyaratkan Manajer Investasi melakukan diversifikasi dengan maksimal penempatan pada satu perusahaan yang sama maksimal 10 persen. Untuk reksa dana syariah bisa hingga maksimal 20 persen karena keterbatasan instrumen efek syariah.

Dengan kata lain, minimal dana reksa dana akan ditempatkan ke 10 perusahaan (atau 5 perusahaan untuk reksa dana syariah). Yang bisa membuat nasabah kehilangan semua uang adalah ke 10 (atau 5 ) perusahaan tersebut bangkrut pada saat yang sama. Kemungkinannya tentu jauh lebih kecil.

Manajer Investasi yang profesional tentunya akan memilih perusahaan yang mapan dengan kinerja fundamental yang baik sehingga risiko ini bisa diminimalkan. Sebagai investor, tentu kita perlu memilih Manajer Investasi yang berpengalaman agar merasa nyaman dalam melakukan investasi.

Referensi: Kiat Memilih Manajer Investasi yang Tepat

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.


- -
*Rudiyanto adalah penulis Buku “Sukses Finansial dengan reksa dana” dan “Fit Focus Finish” yang diterbitkan oleh Elex Media. Head of Operation and Business Development Panin Asset Management. Salah satu Manajer Investasi terbesar di Indonesia, penerima penghargaanreksa dana Tertinggi, Terbaik dan Terfavorit pada tahun 2015 oleh Majalah Investor – Infovesta. Rudiyanto juga merupakan anggota Kelompok Kerja (POKJA) Otoritas Jasa Keuangan untuk peningkatan Literasi Keuangan di Indonesia.  Blog rudiyanto.blog.kontan.co.id

FB Rudiyanto.Blog


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com