Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Lebih Dahsyat dari “Panama Papers”

Kompas.com - 06/04/2016, 18:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Namun, karena PPATK makin gencar mendalami transaksi tunai, mereka mengubah pola.

Jadi uang tidak langsung masuk ke rekening penyelenggara negara,  namun diputar terlebih dahulu melalui korporasi agar seolah-olah itu keuntungan dari perusahaan.

Dampaknya, pada 2014, transaksi tunai yang langsung ke rekening penyelenggara turun menjadi Rp 1.792 triliun, sementara yang melalui korporasi naik menjadi Rp 2.859 triliun.

Ini artinya, sekarang banyak oknum kepala daerah dan pejabat yang menggunakan konsultan profesional, biro hukum, akuntan publik, notaris,  korporasi atau vehicle lainnya untuk mengaburkan harta kekayaannya.

Dalam beberapa kasus, korporasinya sengaja didirikan hanya untuk menampung dana ilegal.

Sebab, ketika dilihat transaksi perusahaan bersangkutan, tidak ada transaksi jual beli atau transaksi lainnya  yang normal dilakukan oleh sebuah perusahaan.

Belakangan ini, menurut Yusuf, profesi-profesi seperti penasihat hukum, notaris, dan akuntan publik kerap disalahgunakan sebagai sarana untuk korupsi dan pencucian uang yang dilakukan elit-elit politik baik di eksekutif maupun legislatif.

Profesi-profesi tersebut juga banyak dipakai untuk menyembunyikan kekayaan para kliennya.

Terdapat sejumlah faktor yang membuat profesi-profesi itu rawan disalahgunakan antara lain karena mereka memiliki hak kerahasiaan sehingga dapat berkelit dari berbagai aturan pengungkapan informasi.

Praktik itu serupa dengan yang dilakukan dalam skandal Panama Papers. Mossack Fonseca adalah firma hukum, bukan perusahaan investasi.

PPATK juga menyebutkan, ada ribuan wajib pajak baik pribadi maupun perusahaan yang mengemplang pajak.

Andaikan mereka seluruhnya patuh membayar pajak, maka penerimaan pajak Indonesia bisa mencapai Rp 6.000 triliun, jauh lebih besar dari saat ini yang hanya Rp 1.360 triliun.

Keempat, data PPATK tentang Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM)

Data PPATK menunjukkan jumlah LTKM  semakin meningkat setiap tahunnya.

Selama tahun 2015, jumlah LTKM mencapai 56.634 laporan, naik dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 39.688 laporan.

Transaksi dianggap mencurigakan jika nilainya tidak sesuai dengan profil pendapatan orang yang melakukan transaksi.

Misalnya, seseorang gajinya 15 juta per bulan. Namun, transaksinya sekali bisa mencapai Rp 100 juta.

Maka ini bisa diindikasikan transaksi mencurigakan karena tidak sesuai dengan profilnya.

Atau orang yang biasa digaji dalam bentuk rupiah, tiba-tiba banyak melakukan transaksi dalam dollar AS. 

Kelima, Kementerian Keuangan menyebut ada 2.000 PMA yang tidak bayar pajak

Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan ada 2.000 perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang tidak bayar pajak dengan alasan merugi.

Padahal, menurut pemeriksaan pajak, setiap perusahaan seharusnya membayar pajak 
rata-rata Rp 25 miliar per tahun.

Bambang juga mengatakan, sedikitnya 6.000 WNI memiliki rekening bank di satu negara dan ada 2.000 perusahaan tunggangan (SPV) yang berkaitan dengan mereka.

Dana yang tersimpan itu hingga kini belum tercatat sebagai aset yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak.

Jika 2.000 perusahaan PMA itu terbukti melakukan penghindaran pajak dengan sengaja, perusahaan akan dikenai sanksi pajak.

Keenam, kebocoran pajak

Ekonom senior Dradjad Wibowo, mengungkapkan, kebocoran pajak bisa mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun, yang sebagian besar akibat korupsi.

Nilai kebocoran tersebut bisa dihitung dari potensi penerimaan pajak dibandingkan dengan realisasi pajak yang diterima negara setiap tahun.

Menurut Dradjad, jika mengacu pada negara-negara tetangga yang kondisi ekonominya setara dengan Indonesia, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand, negeri ini seharusnya bisa mencapai angka tax ratio atau penerimaan pajak terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 20 persen.

Nyatanya,tax ratio Indonesia hanya sekitar 12 persen dalam dekade terakhir. Artinya, ada potensi penerimaan pajak yang tidak disetorkan kepada negara.

Dalam lima tahun terakhir, kebocoran pajak rata-rata mencapai 40 persen.

Ketujuh, jika pengampunan pajak (tax amnesty) diberlakukan, maka akan ada dana yang masuk ke Indonesia sebesar Rp 70 – 100 triliun.

Para pengusul RUU Pengampunan Nasional melihat ada potensi pendapatan yang dapat menutupi kekurangan penerimaan negara.

Potensi itu adalah uang warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri yang menurut survei mencapai Rp 3.000 triliun-Rp 4.000 triliun.

Ditambah lagi dengan “uang bantal”, yakni uang yang disimpan di rumah warga di dalam negeri, yang besarnya antara Rp 2.000 triliun-Rp 3.000 triliun.

Simpanan itulah yang perlu direpatriasi, dikembalikan ke dalam negeri.

Agar para pemilik simpanan mau membawa pulang uangnya, negara dianggap perlu memberikan kompensasi berupa pengampunan dari berbagai ancaman sanksi dan hukuman.

Syaratnya, cukup mengajukan permohonan pengampunan dan membayar tebusan.

Kedelapan, kebocoran anggaran belanja negara

Halaman:


Terkini Lainnya

IHSG Merah di Awal Sesi, Rupiah Melemah

IHSG Merah di Awal Sesi, Rupiah Melemah

Whats New
Harga Emas Terbaru 13 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 13 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Kasus Korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Nasib Petani Gurem

Kasus Korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Nasib Petani Gurem

Whats New
Rincian Harga Emas Antam Senin 13 Mei 2024

Rincian Harga Emas Antam Senin 13 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Senin 13 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Senin 13 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Berjejaring dan Berkomunitas, Kiat Sukses Sipetek dan Super Roti agar UMKM Go Global

Berjejaring dan Berkomunitas, Kiat Sukses Sipetek dan Super Roti agar UMKM Go Global

Whats New
Pajak Inflasi dalam Kolapsnya Mata Uang Zimbabwe

Pajak Inflasi dalam Kolapsnya Mata Uang Zimbabwe

Whats New
Lowongan Kerja Nakhoda Kapal Pelni, Usia Maksimal 58 Tahun

Lowongan Kerja Nakhoda Kapal Pelni, Usia Maksimal 58 Tahun

Work Smart
IHSG Diprediksi Melemah Hari Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Melemah Hari Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Simak, 4 Instrumen untuk Maksimalkan Tabungan dari Gaji Bulanan

Simak, 4 Instrumen untuk Maksimalkan Tabungan dari Gaji Bulanan

Earn Smart
'Face Recognition' Kian Banyak Diadopsi Perusahaan untuk Presensi Pegawai

"Face Recognition" Kian Banyak Diadopsi Perusahaan untuk Presensi Pegawai

Work Smart
Bea Cukai Pastikan Pengiriman Jenazah dari Luar Negeri Tidak Dikenakan Bea Masuk

Bea Cukai Pastikan Pengiriman Jenazah dari Luar Negeri Tidak Dikenakan Bea Masuk

Whats New
'Startup' Gapai Dapat Pendanaan Awal Rp 16 Miliar, Ingin Bantu Pekerja RI Berkarier di Kancah Global

"Startup" Gapai Dapat Pendanaan Awal Rp 16 Miliar, Ingin Bantu Pekerja RI Berkarier di Kancah Global

Work Smart
[POPULER MONEY] Kementerian BUMN Bakal Terapkan Sistem Kerja 4 Hari Seminggu | Harga Cabai Rawit Merah Naik

[POPULER MONEY] Kementerian BUMN Bakal Terapkan Sistem Kerja 4 Hari Seminggu | Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Gelar Jakarta International Marathon 2024, BTN Siapkan Total Hadiah Rp 3 Miliar

Gelar Jakarta International Marathon 2024, BTN Siapkan Total Hadiah Rp 3 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com