Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Triawan Munaf: Kalau Pakai Anggaran Pemerintah, Kami Sulit Bergerak...

Kompas.com - 07/04/2016, 08:00 WIB

KOMPAS.com - Ekonomi kreatif mulai mendapatkan perhatian dalam pemerintahan Jokowi-JK, seiring dengan pembentukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Saat ini ada 16 subsektor ekonomi kreatif yang menjadi perhatian pemerintah, yang akan didorong menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.

Adapun subsektor tersebut adalah adalah aplikasi dan pengembangan game, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi video, fotografi, kriya (kerajinan), kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio. 

Untuk mengetahui lebih lanjut langkah pemerintah mendorong perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia, Kompas.com berkesempatan mewawancarai Kepala Bekraf, Triawan Munaf.

Wawancara dilakukan di sela-sela pelaksanaan Konferensi Kota Kreatif Indonesia (ICCC) 2016 yang digelar di Malang, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

 

Apa strategi Anda untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia?

Sebisanya, pemerintah melalui Bekraf tidak mengatur dari atas. Yang namanya ekonomi kreatif itu munculnya harus dari bawah. Kita tidak bisa mencontoh Singapura. Singapura bisa memiliki industri kreatif seperti saat ini memang karena ada yang menjalankan dari awal (yaitu pemerintah). Indonesia nggak mungkin seperti itu. Singapura sebuah kota, sedangkan Indonesia sebuah negara.

Di Indonesia, kota-kota yang tidak punya potensi pun, mereka bisa menciptakan industri kreatif. Seperti di Cimahi, sebelumnya tidak ada itu yang membuat animasi. Tapi sekarang ada, karena terdapat komunitas yang menggerakkan, dan walikotanya merespon.

Karena itu, pemerintah pusat mengikuti. Memberikan fasilitasi, termasuk pendidikan bertaraf internasional. Itulah hasil yang kami inginkan.

Apakah ada stimulus dari Bekraf bagi berkembangnya ekonomi kreatif, ataukah dibiarkan berkembang secara alami?

Itu berjalan paralel. Sekarang bidang kreatif sudah berjalan, seperti kuliner, fashion. Demikian juga kota kreatif juga sudah mulai ada, seperti contohnya di Pekalongan yang sudah menjadi kota batik dari dulu. Tapi yang belum dilahirkan adalah brand internasional, seperti Jim Thompson di Bangkok.

Padahal branding itu penting. Bukan hanya membangun merek lokal, tapi juga internasional. Karena itu tugas kami adalah memenuhi kebutuhan mereka agar ekonomi kreatif berkembang. Kami buatkan pelatihan-pelatihan untuk mengangkat potensi yang ada sekaligus branding. Ekonomi kreatif itu basisnya adalah hak kekayaan intelektual, dan itu harus dikembangkan.

Bagaimana agar program pengembangan ekonomi kreatif dari Bekraf bisa berjalan?

Kalau swasta punya uang seperti yang dialokasikan untuk Bekraf, tiga bulan program sudah berjalan. Sementara itu, kami sebagai pemerintah, uang Rp 1 juta harus benar-benar dipertanggungjawabkan. Padahal kita nggak punya maksud korupsi, memperkaya diri sendiri. Kalau administrasi salah, itu luar biasa dampaknya, karena dianggap merugikan negara dan menguntungkan orang lain. Kemudian, terus terang, penyerapan anggaran sangat rendah.

Tapi Anda tahu, bahwa program ekonomi kreatif sudah bergaung, karena kami bekerjasama dengan swasta. Ini karena kalau pakai anggaran pemerintah, kami sulit bergerak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com