Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Juragan Dodol Ini Punya Dua Kiat Meraih Sukses

Kompas.com - 21/04/2016, 05:47 WIB

KOMPAS.com - Urat-urat pada kedua tangan Haji Uyud terlihat menonjol. Kata orang tua zaman dahulu, urat-urat yang menonjol macam itu adalah penanda bagi sosok pekerja keras.

Terbukti memang, kian lama berbincang dengan pria kelahiran Kampung Ngamplang, Kelurahan Desa Kolot, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Jawa Barat lima puluh tahun silam itu, pada Sabtu (16/4/2016), di kampung kelahirannya itu, Kompas.com merasakan kisah-kisah perjuangan hidup yang mengesankan. "Kehilangan orang tua membuat saya harus bekerja keras kan," katanya.

Sebelum 1997, Uyud muda mencari nafkah sebagai caddy atau orang yang bertugas membawakan peralatan bagi pemain golf di Lapangan Golf Flamboyan, di Ngamplang. Ia menyebut pemain yang dilayaninya itu sebagai "majikan". "Dia itu punya usaha dodol garut," kenangnya.

Rupanya, dari situlah Uyud, kala itu, mendapatkan sokongan baik material dan moral untuk beranjak dari pekerjaan lama. "Iya, tahun 1997 saya mulai usaha dodol garut," katanya sumringah.

Sejatinya, Uyud tak langsung membuka usaha dodol garut. Dia mencicil keberhasilan dengan terlebih dahulu menjadi pemasok bahan baku dodol garut, tepung beras ketan.

Beras ketan didatangkannya dari Kabupaten Subang. "Di Garut kan enggak ada pertanian beras ketan," katanya sembari menyebut tiga kecamatan di Subang sebagai sentra beras ketan yakni di Kecamatan Subang, Pamanukan, dan Tambak Dahan.

Uyud memang terbilang banyak akal. Pasalnya, menurut pengakuannya, pada 1997, selain menjadi pemasok tepung beras ketan, dia juga memulai usaha rangginang, penganan khas yang juga berbahan dasar beras ketan. Sayang, kerja kerasnya masih belum mampu mendongkrak pendapatan dari rangginang. Ia pun, balik kanan alias menggeluti lagi pekerjaan sebagai pemasok. Bahkan, lebih serius.

Pilihan pada usaha dodol garut ternyata pilihan yang pas bagi bapak empat anak ini. Tak hanya itu, dodol garut memang sudah lama menjadi ikon Garut. Laman resmi pemerintah Kabupaten Garut, garutkab.go.id menunjukkan bahwa usaha dodol garut sudah berkembang sejak 1926. Waktu itu, Karsinah, seorang ibu, memulai pembuatan dodol garut secara sederhana.

Lama-kelamaan, industri dodol garut berkembang dengan sedikitnya empat ciri khas. Pertama, dodol garut punya cita rasa yang berbeda dengan dodol dari daerah lain. Kedua, masyarakat Garut gemar mengkonsumsi dodol garut. "Menurut saya, dodol garut itu memang seperti makanan pokok di sini," kata Haji Uyud.

Selain harganya terjangkau, dodol garut unggul lantaran pembuatannya sederhana dan bahan bakunya gampang diperoleh. Satu lagi yang unik, dodol garut tidak menggunakan bahan pengawet maupun bahan makanan tambahan yang bersifat sintetis. "Dodol garut juga awet. Bikinan saya bisa awet sebulanan," imbuh Haji Uyud.


Modal

Josephus Primus Merek-merek dodol garut produksi Haji Uyud. Dalam upayanya agar memiliki basis usaha yang lebih stabil dan berkesinambungan, Uyud menerima tawaran BNI untuk mengalihkan pinjamannya dari kredit bersuku bunga tinggi menjadi 9 persen melalui BNI Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Keberhasilan Haji Uyud sampai sekarang mengelola bisnis dodol garut rupanya tetap memunyai kendala abadi. "Yah, kendalanya ya modal itu," tuturnya.

Lalu, berkisahlah Haji Uyud ihwal sepak terjangnya mengelola bisnis dodol garut hingga memunyai lima pabrik yang dikelola anak dan kerabatnya itu. Haji Uyud mengaku bahwa awalnya dia memang mencari pinjaman usaha bukan dari Bank Negara Indonesia (BNI). "Dari BRI Unit waktu itu saya dapat pinjaman Rp 750 juta," tuturnya.

Tapi, gara-gara usahanya sempat kolaps, nama Uyud masuk dalam daftar nasabah yang berstatus tak bisa diberi pinjaman. "Soalnya, saya kan enggak bisa bayar utang," katanya terkekeh.

Pada 2006, Uyud mencoba bangkit kembali. Usaha dodolnya disokong oleh dana dari Bank Danamon Syariah. "Dikasih pinjaman Rp 50 juta tanpa jaminan. Alhamdullilah saya bisa kembalikan, nyicil selama setahun," ujarnya.

Nah, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BNI menghampirinya belum lama. Dia mendapat dana KUR hingga Rp 500 juta. "Bunganya delapan persen kalau enggak salah," ucap Haji Uyud sembari menambahkan bahwa KUR itu berlaku tiga tahun sejak 2013.

Selain pinjaman bank, lanjut Haji Uyud, sepanjang perjalanan bisnisnya juga mengandalkan dana dari lembaga penjaminan kendaraan bermotor. "Saya dapat dana juga dari leasing mobil," katanya.

Tercatat, sekarang ada empat mobil yang dijadikan agunan. "Istilahnya, mobil-mobil itu saya 'sekolah'-kan," katanya sembari menunjuk mobil Toyota Fortuner miliknya yang dijadikan agunan senilai Rp 160 juta setahun dengan bunga empat persen.

Curah

Primus Suryana, salah seorang pekerja perusahaan dodol garut milik Haji Uyud di Kampung Ngamplang, Kelurahan Desa Kolot, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Jawa Barat mengolah adonan bahan dodol pada Sabtu (16/4/2016). Butuh waktu empat jam mengaduk agar adonan betul-betul menjadi dodol siap saji.

Lalu, secara blak-blakan pula, Haji Uyud mengisahkan besaran pendapatannya dari bisnis dodol garut. Lantaran persaingan di Garut sudah begitu padat, Haji Uyud menjual produknya secara curah justru ke kota-kota di luar Garut. Paling banyak dia menjual dodol garut curah ke Yogyakarta, Solo, dan Magelang.

Dalam sehari, bersama 40 orang pekerjanya, Haji Uyud mampu memproduksi 1,5 ton dodol garut curah. Tiap kilogram produksi, dia menjual ke agen dengan banderol Rp 12.500.

Sementara, sampai sekarang, bisnis dodol garut curah Haji Uyud bisa menyerap 200 tenaga kerja. "Semua dari kampung-kampung sekitar sini," katanya.

Ihwal upah, Suryana, pekerja yang bertugas mengolah bahan dodol garut hingga menjadi lempengan-lempengan besar siap dipotong-potong kecil, mengaku bisa membawa pulang
Rp 60.000 sehari untuk waktu pekerjaan sejak pukul 07.00 hingga pukul 14.00. "Sehari saya bisa mengolah dua wajan dodol," katanya.

Selanjutnya, untuk upah pekerja yang memotong-motong dodol dan mengemasnya, Haji Uyud punya perhitungan sendiri. Para pekerja yang mayoritas perempuan dan memiliki jam kerja sama seperti Suryana diupah borongan. Setiap mendapat 1 kilogram dodol siap saji, tiap pekerja mendapat Rp 500. Pengalaman Haji Uyud menunjukkan setiap hari para pekerja itu bisa menyiapkan rata-rata 50 kilogram.

Kembali, dodol garut membuat Haji Uyud pun mampu berangkat menunaikan ibadah haji. Gelar haji diperolehnya kali pertama saat menunaikan ibadah tersebut pada 2000. Selanjutnya, hampir setiap tahun dia memberangkatkan umrah sanak saudara dan agennya.  

Kini, bisnis Haji Uyud juga berkembang. Selain masih menjadi pemasok bahan baku dodol garut, ia juga melebarkan potensi pemasukan duit ke pundi-pundinya sebagai pengecer elpiji untuk rumah tangga. Kerja keras juragan dodol itu memang berbuah manis.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com