Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andai Nabi Yusuf Hidup pada Era Minyak, seperti Apa Tafsir Mimpinya?

Kompas.com - 31/05/2016, 13:06 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Saat ini, yang mendesak dilakukan adalah mendorong kembali investasi untuk membiayai sektor hulu migas. Apa pun yang terjadi soal harga minyak dunia, konsumsi energi tetap bertambah seiring penambahan populasi.

Dalam pidatonya, Darmin pun menyatakan, sejumlah kebijakan akan segera terbit, menyusul langkah pemangkasan beragam perizinan untuk investasi sektor ini. Namun, dia mengakui, perizinan yang dihadapi calon investor migas tak hanya datang dari Kementerian ESDM.

Karena itu, deregulasi yang sudah digulirkan pemerintah lewat paket-paket kebijakan ekonomi yang terbit sejak pertengahan 2015 akan diperluas lagi bagi sektor migas.

"Deregulasi di industri hulu migas akan menjadi bagian dari paket kebijakan pemerintah ke depan," kata Darmin.

Selain itu, lanjut Darmin, pemerintah juga akan mempercepat realisasi proyek-proyek migas yang strategis. Jika diperlukan, ujar dia, bahkan akan dirancang regulasi baru di bidang migas untuk meningkatkan minat investor serta melakukan percepatan pelaksanaan investasi di industri hulu migas.


"Saya berharap paling lambat dalam enam bulan ke depan, berbagai penyempurnaan peraturan sudah disetujui dan dikeluarkan oleh Presiden atau menteri terkait," kata Darmin.

Efisiensi

Angin segar dari pidato Darmin tentu tak akan segera membuat perubahan, terutama saat kondisi pasar masih sama. Efisiensi mau tak mau tetap harus dijalankan oleh semua pihak di sektor hulu migas.

Kreativitas dan inovasi dari semua pihak juga menjadi tuntutan dalam situasi seperti sekarang, termasuk pelaku utama bisnis sektor hulu migas. Teknologi juga berperan vital untuk menyiasati efisiensi pada saat sektor hulu migas lesu.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bukan pengecualian untuk urusan efisiensi ini. Bila sektor hulu migas diibaratkan sebagai "dapur" yang memasok energi bagi negeri, SKK Migas adalah kepala koki di dapur itu, yang harus memastikan semua proses berjalan.

Dalam analogi yang sama, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) merupakan para koki yang memasak di dapur itu. Mereka berkewajiban menyajikan menu terbaik dari dapur ini, dengan "kepala koki" berperan pula menjadi pengawas.

Di tengah situasi perekonomian global dan domestik yang masih dilanda ketidakpastian, pada 2015, ada penambahan 12 KKS di Indonesia. Rinciannya, 8 KKS untuk wilayah kerja (WK) migas konvensional dan 4 KKS untuk WK migas non-konvensional. Hingga akhir 2015, terdapat 312 KKS, baik untuk eksplorasi maupun eksploitasi, konvensional maupun non-konvensional.

Pemangkasan beragam biaya tak terhindarkan dalam posisi harga jual minyak yang anjlok. Nilai investasi untuk WK eksploitasi pada 2015 tercatat 15,1 miliar dollar AS, turun 22 persen dibandingkan realisasi pada 2014. Meski begitu, 86 persen investasi tetap bisa dialokasikan untuk produksi dan pengembangan.

Tantangan terberat memang akan masih menghadang WK eksplorasi. Harga minyak yang anjlok sangat memengaruhi minat investasi ke wilayah ini. Realisasinya pada 2015 pun tergerus, menjadi 0,52 miliar dollar AS saja, anjlok 53 persen dibandingkan pada 2014.

Di sinilah insentif seperti paket kebijakan ekonomi seperti yang disinggung Darmin memainkan perannya, apalagi eksplorasi cenderung menjangkau wilayah sulit seperti di kawasan timur Indonesia dan area laut dalam.

Kabar baiknya, situasi sulit hingga akhir 2015 justru mencatatkan penurunan angka produksi minyak (lifting) terkecil dalam empat tahun terakhir. Merujuk data laporan tahunan 2015 SKK Migas, laju penurunan produksi minyak pada tahun itu dapat ditekan di level 0,4 persen, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang berkisar antara 0,4 persen hingga 4,7 persen.

Perekonomian dunia pada 2016 diperkirakan masih tetap belum akan pulih sepenuhnya. Harga minyak dunia pun masih belum dapat dipastikan terus naik ke posisi di atas 50 dollar AS. Pada saat bersamaan, kebutuhan BBM cenderung tetap bertambah, baik untuk konsumsi perorangan maupun penopang industri lain.

Tak perlu menunggu Presiden bermimpi terlebih dahulu dan ada penakwil yang setara dengan Yusuf, bukan, untuk mencari solusi terbaik bagi kondisi perminyakan dalam negeri ini?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com