Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Strategi Anggaran Jokowi: APBN Perubahan Atau APBN Pengurangan?

Kompas.com - 03/06/2016, 08:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kembali berkurang

Nah, pada tahun 2016 ini, Misbakhun melihat tanda-tanda anggaran belanja juga akan dipangkas dalam APBN-P 2016.

“Pemotongan anggaran belanja negara sebenarnya memberikan sinyal buruk ke pasar dan investor,” katanya.

Terlepas dari apapun alasannya, pasar dan investor akan memaknainya sebagai kontraksi pertumbuhan.

“Dalam teori ekonomi, sinyal kontraksi pertumbuhan merupakan hal yang sangat berbahaya sehingga sebisa mungkin harus dihindari oleh pemerintah,” ujar lelaki kelahiran Pasuruan tersebut.

Jika melihat sinyal kontraksi, psikologis pasar dan investor akan terganggu sehingga mereka cenderung akan mengerem segala aktifitasnya. Dampaknya, semua roda pendorong pertumbuhan ekonomi akan macet.

Pemerintah dan DPR memang baru memulai pembahasan APBN-P 2016. Namun, indikasi pemotongan anggaran belanja sudah tampak.

Salah satunya  dari langkah Presiden Jokowi  yang menerbitkan Instruksi Presiden No 4 Tahun 2016 tentang langkah-langkah penghematan dan pemotongan anggaran belanja Kementerian dan Lembaga pada tahun 2016.

Inpres itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 12 Mei 2016, yang isinya memerintahkan 87 instansi pemerintah untuk memotong anggaran belanja dengan total nilai Rp 50,02 triliun.

Langkah itu dilakukan Jokowi karena pendapatan negara hingga akhir April 2016 hanya sebesar Rp 419.2 triliun, atau 23 persen dari target pendapatan negara dalam APBN 2016 sebesar Rp 1.822,5 triliun.

Rendahnya pendapatan negara dipicu oleh lemahnya penerimaan pajak. Dampak pajak sangat terasa sebab porsinya mencapai 75 persen dari total pendapatan negara.

Hingga akhir April 2016, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 272 triliun atau hanya 20 persen dari target senilai Rp 1.360 triliun.

Bahkan, pencapaian itu masih lebih rendah dibandingkan realisasi pajak pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 307 triliun.

Rendahnya penerimaan pajak tidak terlepas dari kelesuan ekonomi yang masih berlanjut bahkan cenderung makin memburuk.

Banyak perusahaan di sektor pertambangan, industri pengolahan, dan perdagangan yang keuntungannya terus menurun hingga kini sehingga pajak yang ditarik pun menjadi minim.

Selain penerimaan negara yang anjlok, revisi anggaran belanja juga perlu dilakukan karena target sebelumnya kurang realistis.

 

M Fajar Marta Perbandingan Belanja Negara dalam APBN dan APBN-P

Kredibilitas

Misbakhun menilai, jika pemerintahan Jokowi selalu merevisi anggaran belanjanya menjadi lebih rendah, maka lama-kelamaan kredibilitas Jokowi akan jatuh.

Pemerintahan Jokowi akan diragukan kompetensi dan kebecusannya dalam merancang serta mengeksekusi anggaran.

“Masalah trust ini sangat penting. Pemerintah harus bisa menjaga kepercayaan pasar dan investor,” ujar Misbakhun.

Dalam sepuluh tahun terakhir, realisasi anggaran hampir selalu meleset dari target. Biasanya, realisasi selalu lebih rendah dari target, baik itu pendapatan maupun belanja negara.

Nah, jika pemerintahan Jokowi merevisi turun anggaran belanja, maka realisasinya kemungkinan akan lebih rendah.

Artinya di mata pasar dan investor, kontraksi anggaran akan lebih besar dari yang sebenarnya.

Kita tunggu, bagaimana pemerintahan Jokowi menyiasati situasi ini.

Kompas TV Investor Asing Kecewa Dengan Isi APBN 2016
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com