Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paket Kebijakan Ekonomi Harus Dibarengi Stimulus Jangka Pendek

Kompas.com - 25/07/2016, 19:33 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dampak dua belas paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah sejak September tahun lalu diyakini tidak akan terasa dalam kurun waktu satu tahun.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Raden Pardede mengatakan, dampaknya baru akan terasa paling cepat dua hingga tiga tahun mendatang.

Hal itu dikarenakan paket kebijakan ekonomi merupakan sebuah perubahan struktural jangka panjang, dan bukannya jangka pendek.

"Dengan demikian, hasilnya tidak akan kelihatan dalam setahun. Mungkin dua, tiga, empat tahun lagi baru terasa," kata Raden di Jakarta, Senin (25/7/2016).

Oleh karena itu, kata Raden, paket kebijakan yang dirilis pemerintah ada baiknya dibarengi dengan upaya jangka pendek untuk menahan pelambatan ekonomi.

Upaya jangka pendek bisa dilakukan dengan melaksanakan program-program stimulasi cepat dan perlindungan sosial, seperti program padat karya, infrastruktur perdesaan, bantuan sosial, beras miskin, dan kredit usaha rakyat (KUR).

Jika masih ada ruang fiskal, sambung Raden, pemerintah bisa melanjutkan paket stimulus kebijakan fiskal, moneter, sektor riil, dan sektor keuangan.

"Bisa juga melalui program quick win di bidang infrastruktur, baik oleh pemerintah maupun pemerintah daerah, dunia usaha, BUMN maupun swasta, dalam maupun luar negeri, serta membangun sektor keuangan agar berdaya tahan terhadap risiko global," ucap Raden.

Tidak terlalu buruk 

Raden mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ada di kisaran lima persen tidak teralu buruk jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market lainnya.

Bahkan, ekonomi Indonesia dinilai lebih baik ketimbang BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang pada tahun lalu jemawa bakal menjadi motor penggerak ekonomi dunia.

Memang jika dibandingkan dengan Filipina dan Vietnam, pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat lebih kecil.

"Namun, itu karena mereka (Filipina dan Vietnam) base (dasarnya) dari rendah sekali," kata Raden.

Dia bilang, pelambatan pertumbuhan ekonomi global diakibatkan mandegnya empat mesin ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, dan China.

Hal ini turut menyurutkan demand atau permintaan dunia terhadap komoditas.

Indonesia sejauh ini masih bergantung pada ekspor sumber daya alam dalam hal pertumbuhan ekonomi.

"Proyeksi ke depan pertumbuhan ekonomi dunia ini akan seperti apa, apakah naik atau turun? Polanya V, L, atau U? Kalaupun U, itu prediksi saya kakinya cukup panjang baru dia naik lagi. Namun, kita harapkan U, bukan L. Sebab, kalau L itu akan terjadi yang disebut stagnasi sekuler," ucap Raden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

Whats New
10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

Whats New
5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

Whats New
Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia Adalah Vietnam

Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia Adalah Vietnam

Whats New
OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

Whats New
Efek Taylor Swift, Maskapai Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

Efek Taylor Swift, Maskapai Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

Whats New
Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto 'Alternatif' Juga Kian Menguat

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto "Alternatif" Juga Kian Menguat

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Whats New
Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Whats New
Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Whats New
Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Whats New
Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Whats New
Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Whats New
Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com