Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Kaji Kembali Dampak Penurunan Biaya Interkoneksi

Kompas.com - 12/08/2016, 15:01 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat masih mempersoalkan kebijakan penurunan biaya interkoneksi yang dilakukan pemerintah awal Agustus ini. Penurunan ini dinilai bisa merugikan operator yang masih terus membangun jaringan.

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi menerangkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) salah kaprah melihat biaya interkoneksi. Bahayanya, bisa berujung terjadinya polemik di industri telekomunikasi.

“Jika melihat pernyataan dari Menkominfo Rudiantara di media massa ada salah kaprah melihat isu penurunan biaya intrkoneksi. Pertama, soal isu efisiensi. Kedua, soal harapan akan turunnya tarif pungut ke pelanggan kalau biaya interkoneksi diturunkan,” kata dia, Jumat (12/8/2016).

Dia menjelaskan, biaya interkoneksi merupakan cost recovery bagi operator. Sementara tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, biaya aktivasi, dan marjin. Biaya recovery dibutuhkan operator untuk bisa terus membangun dan menjaga kualitas layanan.

Nah, jika sekarang dipaksa cost recovery dibawah harga jual, hal itu dinilai sama saja menyuruh operator merugi. Operator yang paling merugi yakni operator dominan yang sudah banyak bangun jaringan.

Lebih lanjut, jika biaya recovery tak sesuai dengan kebutuhan membangun jaringan, maka pada akhirnya tujuan dari visi Menkominfo yakni infrastruktur broadband yang merata tidak akan tercapai.

“Bagaimana mau bangun jaringan ke daerah kalau jual rugi? Kalau begitu, mending operator fokus di kota saja untuk jaga pelanggan,” katanya.

Ridwan menyarankan Menkominfo Rudiantara untuk kembali membuat perhitungan ulang biaya interkoneksi sesuai dengan dokumentasi publik yang akan menerapkan regionalisasi. Penghitungan ulang ini untuk melihat investasi yang sudah dikeluarkan operator dalam membangun jaringan.

Belum Final

Pengamat Telekomunikasi Sigit Puspito Wigati Jarot menilai biaya interkoneksi yang diumumkan pemerintah bukan angka final dan masih bisa diubah. Sebab, aturan ini berupa Keputusan Menteri atau Peraturan Menteri.

“Secara aturan bisa diubah melalui revisi dengan yang secara hirarki setingkat atau lebih lebih tinggi,” katanya.

Menurutnya, masalah metode perhitungan biaya interkoneksi bergantung kepada kebijakan yang diambil oleh pengambil keputusan yakni Menkominfo sesuai dengan UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

“Biasanya akan dilihat kebijakan kompetisinya, diseleraskan dengan ingin mempercepat penggelaran broadband, atau bisa saja dianggap semua sudah cukup. Ini Menkominfo yang tahu persis kenapa akhirnya dipilih pola perhitungan (simetris atau asimetris) itu. Kalau soal berhitung pasti obyektif, pemilihan metode itu yang subyektif,” katanya.

Kompas TV Biaya Interkoneksi Telekomunikasi Turun 26%
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

Whats New
10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

Whats New
5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

Whats New
Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia adalah Vietnam

Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia adalah Vietnam

Whats New
OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

Whats New
Efek Taylor Swift, Maskapai Penerbangan Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

Efek Taylor Swift, Maskapai Penerbangan Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

Whats New
Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto 'Alternatif' Juga Kian Menguat

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto "Alternatif" Juga Kian Menguat

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Whats New
Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Whats New
Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Whats New
Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Whats New
Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Whats New
Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Whats New
Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com