Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Ini Perbedaan Antara Reksa Dana dan Kontrak Pengelolaan Dana

Kompas.com - 16/08/2016, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Sehubungan dengan amnesti pajak, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan relaksasi peraturan atas beberapa produk investasi untuk memudahkan menampung dana repatriasi dari luar negeri.

Salah satunya adalah relaksasi Kontrak Pengelolaan Dana atau KPD. Apa itu  KPD dan apa perbedaannya dengan reksa dana ?

KPD adalah kontrak bilateral antara manajer investasi dengan investor. Dengan kata lain, investor mempercayakan dananya kepada manajer investasi untuk dikelola di pasar modal, namun tata cara pengelolaan dananya diatur dalam kontrak tersendiri yang hanya khusus untuk investor tersebut.

Kontrak dalam KPD yang bersifat bilateral berbeda dengan reksa dana yang bersifat kontrak investasi kolektif (KIK). Dalam reksa dana, manajer investasi tidak membuat kontrak dengan investor, melainkan dengan bank kustodian.

Isi kontrak tersebut mencakup, berbagai hal mulai dari kebijakan investasi, ketentuan biaya hingga hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selanjutnya investor mempercayakan pengelolaan kekayaannya dengan “membeli” reksa dana yang diterbitkan oleh manajer investasi.

Investor yang membeli reksa dana tidak dapat melakukan tawar menawar syarat dan ketentuan, tata cara berinvestasi maupun kebijakan investasi karena sudah merupakan kesepakatan antara manajer investasi dengan bank kustodian. Apa yang tertera dalam KIK tersebut, investor harus mengikutinya.

Bagi investor tertentu yang memiliki dana besar, memiliki pemahaman investasi yang cukup mendalam, dan ingin dananya dikelola dengan tata cara yang disepakati, KPD merupakan salah satu instrumen investasi bisa menjadi pertimbangan.

Dengan mengikat kontrak secara bilateral dengan manajer investasi, investor dapat mengatur tata cara berinvestasi seperti batasan minimum dan maksimum pada instrumen tertentu, kebijakan pembagian keuntungan, ketentuan biaya, hingga kebijakan investasi ke sektor-sektor secara spesifik.

Tentu saja karena sifatnya bilateral, isi kontrak juga harus disepakati oleh manajer investasi sebagai pengelola. Meskipun perjanjian dilakukan antara manajer investasi dengan investor, di dalam peraturan OJK juga diatur bahwa KPD harus menggunakan bank kustodian.

Artinya, dana investor disetorkan dan surat berharga yang dikelola manajer investasi disimpan di bank kustodian sehingga keamanannya terjamin.

Tergantung isi kontrak, bank kustodian juga bisa membantu menghitung NAB/Up dari KPD seperti halnya pada reksa dana, namun jika investor dan manajer investasi sepakat tidak menghitung, maka perhitungan bisa tidak dilakukan.

Apabila terdapat NAB/Up pada KPD, tidak terdapat kewajiban bagi manajer investasi dan bank kustodian untuk mempublikasikan di media massa. Investor juga bisa meminta untuk merahasiakan informasi KPD sehingga manajer investasi tidak mempublikasikan besaran dana tersebut.

Sesuai dengan peraturan OJK tentang Kontrak Pengelolaan Dana, minimum dana kelolaan yang ditetapkan adalah minimal Rp 10 M. Pada prakteknya, ketentuan di masing-masing manajer investasi dapat berbeda-beda. Ada yang memulai dari Rp 10 M, namun di Panin Asset Management ketentuan minimum KPD dimulai dari Rp 100 M.

Mengapa ada manajer investasi yang menetapkan minimum dana KPD yang lebih tinggi daripada ketentuan OJK ? Hal ini lebih disebabkan cara pengelolaan di masing-masing perusahaan.

Dengan melanjutkan contoh di atas, pengelolaan dana di Panin Asset Management yang lebih menitikberatkan pada personel manajer investasinya.

Adalah jauh lebih efektif dan efisien untuk mengelola 1 reksa dana dengan dana kelolaan Rp 1 triliun ketimbang 100 reksa dana dengan masing-masing Rp 10 M. Sebab dengan demikian, berarti ada 100 portofolio yang kinerjanya harus dijaga dan dipantau.

Tentu manajer investasi akan kesulitan untuk menjaga kualitas pengelolaannya karena kebanyakan produk.

Penambahan jumlah personel manajer investasi memang dimungkinkan tapi untuk mendapatkan personil yang “klik” dengan budaya dan strategi perusahaan dibutuhkan waktu yang tidak singkat.

Kelemahan dari cara pengelolaan ini adalah jika ada personil yang hengkang ke perusahaan lain. Dan ketika itu terjadi, maka kinerja historis tidak bisa dijadikan sebagai acuan karena bukan dikelola oleh “koki” yang sama.

Meski demikian, pengelolaan banyak produk dimungkinkan apabila perusahaan menitikberatkan pada sistem. Dengan adanya sistem, maka mau 1 atau 100 tetap bisa dijalankan.

Kelemahannya adalah “warna” atau “kekhasan” personil manajer investasi menjadi tidak begitu menonjol karena sangat tergantung pada sistem.

Pada beberapa kasus, ketika situasi berubah dengan cepat sehingga mengharuskan keputusan cepat, kegiatan pengelolaan agak terhambat karena harus minta izin untuk bertindak di luar sistem.

Masing-masing cara memiliki keunggulan tersendiri sehingga pada akhirnya investor yang menentukan apakah mau berinvestasi pada perusahaan yang menitikberatkan pada sistem atau pada personil pengelola. Belum ada studi empiris juga yang bisa membuktikan cara mana yang lebih unggul dalam jangka panjang.

Kebijakan investasi KPD

Sesuai dengan peraturan OJK, investasi KPD dapat dilakukan pada instrumen antara lain :

1. Deposito dengan batas maksimal 25 persen dari dana kelolaan
2. Saham dan Obligasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
3. Saham dan Obligasi yang terdaftar di Bursa Efek Luar Negeri
4. Reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi yang sama

Tidak ada batasan investasi maksimal sebesar 10 persen pada reksa dana konvensional dan 20 persen pada reksa dana syariah. KPD diperbolehkan untuk mengalokasikan lebih besar dari persentase tersebut.

Dengan adanya peraturan di atas, KPD juga diperbolehkan berinvestasi pada reksa dana yang dikelola manajer investasi sendiri atau pada luar negeri dikenal dengan istilah Fund on Fund sepanjang telah dicantumkan dalam perjanjian.

Manajer investasi yang mengelola KPD diwajibkan untuk mengungkapkan secara terbuka kepada investor apabila terdapat potensi benturan kepentingan seperti manajer investasi baik atas nama perusahaan ataupun perorangan juga memiliki saham-saham yang menjadi rencana investasi.

Dalam konteks amnesti pajak, relaksasi yang dilakukan oleh OJK adalah penurunan minimum dana kelolaan dari Rp 10 miliar menjadi Rp 5 miliar serta penyesuaian kebijakan penempatan di deposito dari maksimal 25 persen menjadi 100 persen di bank persepsi.

Ketentuan ini hanya berlaku untuk penempatan KPD dalam rangka repatriasi dana dari luar negeri saja.

Demikian, semoga membantu anda memahami tentang kontrak pengelolaan dana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com