Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Tekanan Asing Soal Gambut dan Sawit, Indonesia Perlu Lakukan Hal Ini...

Kompas.com - 18/08/2016, 10:11 WIB
Aprillia Ika

Penulis

KUCHING, KOMPAS.com - Pemanfaatan lahan gambut dan penanaman sawit di Indonesia terus mendapatkan tekanan dari negara asing, misalnya saja Perancis yang berencana menerapkan pajak sawit. Tekanan lain datang dari pemerintah yang berencana menerapkan moratorium izin lahan sawit.

Bagaimana mengatasi tekanan tersebut?

Abdul Hamid Sepawi, Ketua Sarawak Oil Palm Plantation Owners Association, mengatakan pemerintah bersama pemangku kepentingan lain di Indonesia perlu menciptakan "image" yang bagus mengenai gambut dan sawit.

Di Malaysia, ada dua badan khusus di bawah kementerian khusus yang mengurusi masalah gambut dan sawit sehingga tekanan dari pihak asing bisa diatasi bersama-sama.

"Indonesia harus punya regulatory body dari pemerintah yang mau berjuang bersama dengan para pelaku industri untuk meghadapi tekanan," kata dia, usai sesi konferensi pers di sela acara 15th International Peat Congress di Kuching, Sarawak, Malaysia, Selasa (16/8/2016).

Menurut dia, saat ini organisasi yang ada di Indonesia baru asosiasi dari para pelaku industri saja. Tetapi dari sisi pemerintah belum ada. Padahal dua asosiasi itu harus bekerja sama. Di Malaysia ada Malaysian Palm Oil Board (MPOB) dan Malaysian Palm Oil Council (MPOC).

Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengatakan bahwa di Malaysia itu sawit berada di bawah satu komando. Di sisi lain, pemerintah Malaysia sangat perhatian dengan sawit karena industri ini adalah hidup matinya Malaysia.

"Jadi menteri perladangannya satu komando. Lalu di bawah menteri perladangan itu juga ada satu badan yang kuat yakni MPOB. Badan ini merupakan badan setengah pemerintah juga tetapi mereka itu sampai urusan izin itu satu pintu. Sehingga semuanya sinergi," kata Joko.

Menurut Joko, berkaca dari pengalaman Malaysia ini, Indonesia perlu untuk ada satu penetapan secara khusus, misal dalam bentuk regulasi baru. Regulasi baru ini bisa menyebutkan bahwa sawit ini adalah komoditas strategis. Dengan demikian, nantinya semua kementerian akan satu persepsi tentang hal ini.

Saat ini persepsi antarkementerian mengenai sawit terpecah sebab sawit dianggap belum jadi andalan bagi pendapatan negara. Akibatnya, masing-masing kementerian belum solid dan punya agenda masing-masing.

"Gapki secara konsisten mendorong terus agenda menuju hal itu. Kami terus lakukan advokasi ke pemerintah. Potensi sawit itu besar dan harus dilihat skala ekonominya," ujar Joko.

Menurut Joko, saat ini skala ekonomi minyak sawit masih kalah dengan minyak fosil sebab ongkos produksi minyak fosil lebih murah. Joko berharap secara teknologi ada terobosan baru sehingga ongkos produksi minyak sawit setara dengan minyak fosil. Sehingga harga minyak sawit semakin murah.

"Saat ini minyak fosil biaya produksinya setara Rp 3.500 per liter. Sementara sawit sekarang bisa Rp 9.000 per liter ongkos produksinya," kata dia.

Joko menambahkan, Indonesia juga perlu membuat sebuah badan khusus untuk memperkuat riset tentang sawit dan gambut. Sebab saat ini riset tentang komoditas ini masih sangat sedikit di Indonesia, terutama untuk cara pengolahan lahan dan pemanfaatannya.

Tekanan Asing

Sebelumnya Sepawi mengatakan, serangan dan kampanye negatif terhadap kelapa sawit terutama perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, tak ubah seperti cara-cara negara kolonial Belanda ketika ingin menguasai perdagangan di daerah jajahannya di Maluku.

"Banyak yang mereka lakukan misal dengan melakukan pendekatan media, atau menggunakan kampanye mengenai orangutan," tambah dia.

Menurut dia, dalam konteks ini, seharusnya para produsen minyak nabati bersatu untuk memenuhi kebutuhan dunia, bukan malah menyerang kelapa sawit.

Saat ini Malaysia memiliki 1,6 juta hektare lahan gambut dengan pemanfaatan hingga 1,1 juta hektare yang ditanami sawit. Produksi minyak sawit malaysia mencapai 20 juta ton per tahun, dibawah Indonesia yang pada tahun lalu mencapai 32 juta ton.

Sebagai informasi, International Peat Congress merupakan kongres per empat tahun yang menjadi ajang pertemuan ilmuwan dan para ahli global di bidang gambut. Pada acaranya yang ke 15
ini, merupakan acara yang pertama kali diadakan untuk level Asia.

Kongres ini menyatukan ilmuwan lokal dan internasional, pembuat kebijakan, peneliti, anggota NGO, pemain industri penanaman dan pelaku industri agrikultur untuk mencari cara paling efektif mengutilisasi lahan gambut bagi kemajuan perekonomian masyarakat tanpa merusak lingkungan.

 

Kompas TV Pemerintah Hentikan Pembukaan Lahan Sawit Baru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com