Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Jokowi, Pemerintahnya Super Optimis, DPR-nya Sibuk Injak Pedal Rem

Kompas.com - 01/09/2016, 17:02 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Tidak realistis" menjadi kata yang begitu akrab di telinga publik saat membahas mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dua tahun belakangan ini.

Euforia rakyat ketika Jokowi-Jusuf Kalla memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu ikut menular ke segenap jajaran menteri di kabinet yang terbentuk.

Namun, euforia itu kebablasan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dapur negara disusun dengan sentuhan euforia yang berlebihan.

Akhirnya, sejumlah target dalam APBN yang utopis itu tidak tercapai. Padahal pemerintah sudah memperhitungkan anjloknya harga komoditas, volatilitas kurs, hingga belum pulihnya ekonomi sejumlah mitra dagang utama.

Tahun 2015, pertumbuhan ekonomi dipatok di angka 5,7 persen. Kenyataanya, pemerintah hanya bisa mencapai pertumbuhan 4,73 persen saja.

Begitu juga dengan realisasi pendapatan negara tahun anggaran 2015 tercatat hanya Rp 1.491,5 triliun, atau hanya 84,7 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang sebesar Rp 1.761,6 triliun.

Tahun ini, kondisinya agak sedikit lebih baik namun belum begitu signifikan bila mengacu kepada target di APBNP 2016.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 sebesar 5,18 persen secara tahunan. Sementara targetnya 5,3 persen di APBNP 2016.

Adapun dari sisi penerimaan negara, realisasi pendapatan negara hingga semester I 2016 baru Rp 634,68 triliun atau 35,5 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp 1.822 triliun.

Lantaran penyusunan APBN yang tidak realistis itu, sejumlah pihak menilai pemerintahan Jokowi-JK super optimistik.

Sebagian lagi menganggap kredibilitas pemeritah sudah luntur. Hal ini menjadi menarik lantaran pada masa pemerintahan sebelumnya, APBN justru disusun dengan begitu ketat, bahkan cenderung pesimistik.

Target pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara kerap dipatok tidak terlalu tinggi. Saking ketatnya, Komisi XI DPR selalu sibuk memberikan injeksi, melalui kritik dan masukan, kepada pemerintah untuk menaikkan target-targetnya.

Tetapi kini, kesibukan Anggota DPR itu berubah. "Dalam dua tahun ini sebaliknya ini terjadi. Pemerintah luar biasa menggebu-gebu, kami justru yang sibuk menekan pedal rem," tutur Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno.

Selama itu pula, sejumlah Anggota Komisi XI merasa membahas penyusunan anggaran di era Presiden Jokowi seperti tidak menginjak bumi.

Dalam kata lain, anggaran yang dirancang pemerintah lebih banyak fantasinya dengan target yang tidak realistis dan cenderung utopis.

Bahkan yang membuat Hendrawan geleng-geleng, pembahasan anggaran kerap berubah saat sampai di Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Padahal saat rapat di Komisi XI anggaran sudah disetujui pemerintah. "Angka 5,1 persen pertumbuhan ekonomi sudah diperdebatkan, tiba tiba naik berubah 5,3 persen (di Banggar). Seenak-enaknya saja," cetus Hendrawan.

Keputusan untuk mengubah target-target dalam APBN sesungguhnya memiliki konsekuensi yang tidak kecil.

Sebab kredibilitas pasar dan pelaku usaha lainya bisa terkikis lantaran sikap pemerintah.

Kehadiran Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan diharapkan banyak pihak mampu menyusun APBN yang jauh lebih kredibel dari apa yang ada saat ini.

Pengalamannya menjadi menteri keuangan dan Direktur Pelaksaan Bank Dunia dinilai bisa menjadi modal penting dalam mengelola APBNP 2016 yang sudah berjalan saat ini dan menyusun APBN 2017 nanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Whats New
Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Whats New
Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Whats New
Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Whats New
Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Whats New
IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

Whats New
Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Whats New
Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Whats New
Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com