Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Harus Bayar Pajak, Jangan Mau Enaknya Saja!

Kompas.com - 21/09/2016, 08:51 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menyayangkan keengganan perusahaan "kakap", Google, membayar tagihan pajak di Indonesia.

Sebagai lembaga yang pernah mengajak Google beroperasi di Indonesia, Hipmi sangat menyayangkan sikap tersebut.

"Tentu, sebagai lembaga yang pernah meminta Google masuk ke Indonesia, kita sesali Google tidak taat pajak," ujar Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif BPP Hipmi, Yaser Palito, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/9/2016).

Yaser mengatakan, Google pernah diajak beroperasi di Indonesia. Bahkan, Hipmi pernah berkunjung ke markas Google. Hipmi bahkan meminta Google membangun servernya di Indonesia guna menggairahkan bisnis internet di Tanah Air.

Namun, setelah menangguk untung yang besar dari pasar Indonesia yang sangat besar, Google malah menghindari pajak. "Sebab itu, kita harap Google segera menyelesaikan kewajibannya," tutur Yaser.

Raksasa internet ini disebut-sebut menunggak kewajiban pajak selama lima tahun. Pada tahun 2015 saja, Google diperkirakan berutang pajak lebih dari Rp 5 triliun. Demikian disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv.

Dia mengatakan bahwa investigator pajak sudah menyambangi kantor Google di Jakarta.

Pemerintah menduga PT Google Indonesia, perusahaan pengelola Google di Indonesia, membayar kurang dari 0,1 persen dari total pendapatan dan pertambahan nilai yang menjadi kewajiban Google pada tahun lalu.

Setelah menikmati pendapatan besar di Indonesia, Google disinyalir mengalirkan dananya ke kantor pusat Google Asia Pasifik di Singapura.

Tak hanya itu, Google Asia Pasifik menolak diaudit sehingga memicu kantor pajak Indonesia meningkatkannya menjadi kasus kriminal. Diperkirakan, utang pajak Google termasuk denda pada tahun 2015 bisa menembus angka 418 juta dollar AS atau di kisaran Rp 5,5 triliun.

Itu yang membuat Google terus dikejar agar melunasi kewajibannya tersebut.

Sementara itu, Google menyatakan bahwa mereka akan terus bekerja sama dengan otoritas lokal dan mengklaim telah membayar semua kewajiban pajaknya.

Yaser mengatakan, sebagai perusahaan multinasional yang memiliki reputasi besar dalam inovasi dan tata laksana pengelolaan perusahaan, sebaiknya Google kooperatif dalam menghadapi sengketa pajak dengan pemerintah.

"Google sudah nikmati pasar yang besar di Indonesia, sebaiknya dia taat pajak," kata Yaser.

Oleh sebab itu, Hipmi meminta pemerintah untuk tetap bersikap tegas dalam mengejar pajak Google. Hal yang sama pun diterapkan untuk perusahaan internet asing lainnya yang sudah memperoleh keuntungan besar dari pasar Indonesia.

"Silakan berusaha dan ambil untung di Indonesia, tetapi kewajibannya juga dijalankan. Jangan mau enaknya saja," kata Yaser.

Baca: Memahami Trik "Curang" Google Menghindari Pajak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com