Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Menjaga Elastisitas, Memanfaatkan Potensi Ekonomi

Kompas.com - 15/12/2016, 10:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorM Fajar Marta

Kondisi perekonomian global masih lesu. Pertumbuhan ekonomi global 2016 diperkirakan hanya sekitar 3 persen, lebih rendah dari capaian 2015 yang sebesar 3,2 persen.

Kelompok negara maju yang diharapkan menjadi penghela perekonomian global, seperti Amerika Serikat  (AS), Eropa, dan Jepang, belum benar-benar bisa memulihkan perekonomiannya. Hal serupa juga terjadi pada ekonomi Tiongkok.

Tak hanya lesu, perekonomian juga makin diliputi ketidakpastian, terutama terkait dampak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Salah satunya, Trump menegaskan AS akan menarik diri dari sejumlah pakta perdagangan bebas yang dinilai akan mengganggu stabilitas perdagangan global.

Berbagai ketidakpastian tersebut menyebabkan investor-investor global menarik dananya dari pasar negara-negara berkembang untuk ditanamkan pada pasar keuangan dan pasar modal AS.

Ketidakseimbangan perekonomian global dinilai bakal makin mewujud pasca Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 0,5-0,75 persen.

Akibat berbagai kondisi tersebut, pelemahan ekonomi global diperkirakan berlangsung  dalam waktu yang lebih lama.

Sebagai negara yang terbuka, Indonesia tentu saja juga terkena dampak pelemahan dan ketidakpastian perekonomian global tersebut. Namun, sejauh ini, dampaknya tidak separah negara-negara berkembang lainnya.

Ada sejumlah faktor yang menyelamatkan perekonomian Indonesia antara lain elastisitas perekonomian domestik dan potensi pertumbuhan yang masih besar.

Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2016 masih tumbuh 5,02 persen secara tahunan (year on year/yoy), yang tercatat sebagai salah satu yang tertinggi di dunia.

Lenturnya perekonomian nasional dalam merespons perlambatan ekonomi global setidaknya didorong dua aspek yakni konsistensi dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kebijakan countercyclical yang ditempuh pemerintah dan Bank Indonesia.

Buah konsistensi dalam menjaga stabilitas ekonomi tercermin pada inflasi yang rendah dan stabil, nilai tukar rupiah yang terkendali, defisit transaksi berjalan dan defisit APBN 2016 yang berada dalam level yang sehat, serta ketahanan perbankan dan sistem  keuangan yang kuat.     

Adapun kebijakan  countercyclical tercermin dari stimulus fiskal yang besar melalui belanja infrastruktur serta deregulasi dan debirokratisasi pemerintah melalui berbagai paket kebijakan.

Stabilitas ekonomi yang terjaga  niscaya akan memberikan keleluasaan gerak bagi             pelaku ekonomi untuk mengembangkan usahanya.

Potensi ekonomi

Pada tahun 2017, tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia masih akan terus berlangsung.

Untuk meminimalisir dampaknya, Indonesia harus mengoptimalkan berbagai potensi domestik yang ada untuk memperkuat fundamental ekonomi sekaligus meningkatkan resiliensi perekonomian nasional.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2016 beberapa waktu lalu mengatakan, setidaknya ada tiga potensi ekonomi yang perlu dioptimalkan untuk menopang ketahanan ekonomi Indonesia.  

Pertama, kepercayaan dan keyakinan yang tinggi saat ini dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah dan pemangku kebijakan.          

Kedua, munculnya sumber pembiayaan ekonomi yang cukup besar dari program Pengampunan Pajak atau tax amnesty.

Ketiga, teknologi digital yang berkembang pesat di Indonesia.

“Ketiga potensi yang menonjol pada  tahun 2016 tersebut, bila diberdayakan dengan efektif dan optimal, tentu akan semakin memperkuat dan menggandakan manfaat dari potensi           sumber daya domestik yang sebelumnya sudah  ada, yakni sumber daya  manusia dan sumber daya alam,” kata Agus.

Potensi-potensi tersebut, menurut BI harus diarahkan untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan memperluas daya serap tenaga kerja.

Selain 3 potensi tersebut, sebenarnya masih banyak potensi lain yang sudah sejak lama terindentifikasi namun belum optimal dimanfaatkan hingga kini.

Salah satunya adalah sektor maritim. Saat ini, kontribusi sektor maritim non-migas terhadap perekonomian Indonesia masih  sangat kecil padahal Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

Transaksi berjalan yang beberapa tahun ini mengalami defisit juga disumbang oleh defisit neraca jasa, khususnya  berasal dari jasa transportasi laut.

Menurut BI, ada dua cara untuk mengoptimalkan potensi maritim yakni membangun infrastruktur pelabuhan dan mengembangkan industri perkapalan dalam negeri.

Memperkuat pondasi

Untuk mendukung pemanfaatan potensi sekaligus memperkuat daya lentur perekonomian nasional, sesuai kewenangannya, BI akan mengoptimalkan tiga pilar kebijakan utama yakni kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.

Kebijakan moneter tetap difokuskan pada upaya memelihara stabilitas makroekonomi yang sudah tercipta. Fokus kebijakan moneter ini akan disinergikan dengan kebijakan makroprudensial yang diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah akan tetap ditujukan untuk meningkatkan efisiensi perekonomian serta mendukung berjalannya transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial dengan baik.

Terkait hal itu, secara teknis BI akan mengeluarkan sejumlah aturan.  Salah satunya Bank         Indonesia akan mulai memperkenalkan sistem Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging pada tahun 2017.  

Berbeda dengan sistem  GWM yang saat  ini berlaku, sistem GWM Averaging hanya mewajibkan bank untuk memelihara  rata-rata kecukupan GWM dalam satu maintenance period .

Dengan kelonggaran ini, diharapkan transaksi antar bank akan semakin aktif, gejolak suku bunga dapat lebih terkendali, dan transmisi kebijakan moneter semakin kuat.

Bank Indonesia juga akan memperkuat dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi dan grup korporasi non-keuangan.

Hasil asesmen BI menunjukkan pelemahan kinerja korporasi nonkeuangan dapat menimbulkan potensi risiko terhadap sistem keuangan, khususnya perbankan.

Pada akhir Desember 2016, Bank Indonesia akan meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Program difokuskan untuk penguatan sektor keuangan sosial syariah (islamic social finance) dan pendalaman  pasar keuangan  syariah.

Terkait UMKM,  Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM  melalui dua pendekatan utama, yaitu mendorong peran intermediasi perbankan kepada UMKM  dan peningkatan kapasitas ekonomi UMKM.               

Hal itu dilakukan karena dukungan pembiayaan kepada UMKM di Indonesia hanya mencapai 7,2 persen dari PDB, jauh lebih rendah dibandingkan negara ASEAN  lainnya  seperti  Malaysia, Thailand, Korea, dan Kamboja.

Di bidang sistem pembayaran, BI akan mengakselerasi National Payment Gateway (NPG) dan mewajibkan penyelenggara jasa sistem   pembayaran untuk melakukan pemrosesan transaksi keuangan di domestik, menempatkan data di domestik, menyimpan dana di perbankan nasional, menggunakan central bank money , dan mematuhi kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Indonesia.

Prospek

Dengan sinergitas BI dan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi ekonomi, fondasi perekonomian domestik ke depan akan lebih kuat dan lentur untuk mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan.

Pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh  Bank Indonesia dalam setahun ini seperti  menurunkan suku bunga kebijakan hingga 150 bps dan Giro Wajib Minimum (GWM) hingga 150 bps juga  turut mendorong perbaikan permintaan domestik.

Suku bunga acuan yakni BI 7-day Reverse Repo Rate saat ini berada pada level yang cukup rendah yakni 4,75 persen.

Sementara salah satu rangkaian kebijakan besar yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi adalah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi hingga 14 jilid.

Paket-paket kebijakan tersebut intinya bertujuan untuk memperbaiki iklim bisnis dan aktivitas ekonomi di dalam negeri dengan cara mulai dari kemudahan izin berinvestasi hingga kepastian hukum dalam berusaha.

Pemerintahan Presiden Jokowi juga secara konsisten dan massif membangun infrastruktur di berbagai daerah.

Pada masa Jokowi, anggaran infrastruktur memang dinaikkan secara signifikan. Pada tahun 2015, anggaran infrastruktur mencapai Rp 290 triliun, sedangkan pada 2016, angkanya ditinggikan lagi menjadi Rp 313 triliun. Pada tahun 2017, dinaikkan lagi menjadi sekitar Rp 330 triliun.

Indonesia memang sangat membutuhkan infrastruktur untuk mengurangi biaya logistik, mengurangi kesenjangan antar-daerah, menciptakan kantong-kantong ekonomi baru, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Dalam jangka pendek, saat perekonomian global belum pulih, upaya pemerintah dan BI memang belum akan signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Namun, ketika perekonomian global kembali pulih, perekonomian Indonesia niscaya akan tumbuh lebih cepat.

Pada tahun  2017, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,0-5,4 persen. Dengan  resiliensi yang  lebih kuat, perekonomian di tahun 2017 dinilai akan menjadi titik balik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih kokoh.

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada periode  2018-2021 akan mencapai kisaran 5,9-6,3 persen, dengan ditopang inflasi yang rendah.

Kompas TV Penduduk Usia Muda sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com