Cerita Bupati Banyuwangi Tolak Mal dan Tak Biasa Undang Pejabat Pusat

Pejabat bikin sibuk

Tidak cuma itu, Anas juga menceritakan bahwa ia tidak gemar mengundang para pejabat pusat saat ada gelaran festival di Banyuwangi.

Seperti diketahui, Banyuwangi adalah kota festival. Setiap tahun, kota yang dulu dujuluki "kota santet" itu kerap menggelar acara festival dan event berskala nasional, bahkan internasional.

Tahun lalu, misalnya, jumlah festival atau event di Banyuwangi mencapai 58 gelaran. Salah satu acara terbesar tentunya ialah balap sepeda Tour de Ijen yang masuk ke dalam kejuaraan balap sepeda terbaik di Asia.

"Kami tidak terbiasa mengundang pejabat karena (kalau ada) pejabat saya jadi sibuk juga," kata Anas disambut tawa peserta seminar.

Ia mengaku tidak ingin substansi festival rakyat yang digelar untuk rakyat justru dibatasi oleh protokoler resmi para pejabat. Akibatnya, jarak antara rakyat dan pemimpinnya menjadi tersekat.

Kini, Banyuwangi telah menjadi acuan daerah lain lantaran berhasil mengembangkan potensi ekonomi masyarakat tanpa sibuk meminta pendanaan dari pemerintah pusat.

Problem ekonomi masyarakat pun bisa tecermin dari berbagai angka perbandingan 2010 dan 2015.

Gini rasio di Banyuwangi turun dari 0,33 jadi 0,29. Angka pengangguran terbuka turun dari 6 persen menjadi 2,55 persen.

Sementara itu, angka kemiskinan yang mencapai 20,09 persen pada 2010 menjadi 9,17 persen pada 2015.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) naik dari Rp 32,4 triliun jadi Rp 60 triliun. Adapun pendapatan per kapita juga naik tajam dari Rp 20,8 juta menjadi Rp 37,5 juta.

Tidak hanya itu, Banyuwangi juga dinobatkan sebagai kabupaten dengan biaya hidup paling rendah di Indonesia sejak tiga tahun terakhir.

"PNS kami boleh tunjangannya enggak sehabat Jabar, tetapi insya Allah bahagia karena gajinya juga tidak digerus inflasi tinggi," ucap Anas sembari tersenyum.