Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aspirasi Penolakan Muncul di Balik Wacana Pelarangan Iklan Rokok di TV

Kompas.com - 18/01/2017, 19:45 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak rencana Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Penyebabnya, pasal pelarangan iklan rokok di media televisi akan dimasukkan dalam revisi tersebut.

Ketua AMTI Budidoyo mengatakan, industri hasil tembakau selama ini sudah mendapatkan banyak pengaturan yang dinilai akan merugikan industri rokok.

(Baca: Pelaku Usaha Tembakau Keberatan dengan Larangan Iklan Rokok di Televisi)

Dia mengkhawatirkan, dengan adanya revisi UU tersebut, akan ada pelarangan iklan rokok di televisi. Pelarangan iklan rokok tersebut tentu saja akan berdampak negatif pada industri rokok.

Menurut dia, DPR tetap harus mempertimbangkan bahwa industri rokok ini merupakan salah satu penyumbang pemasukan negara. Selain itu, industri rokok merupakan industri legal yang seharusnya diperlakukan sama dengan industri lain.

"DPR ini kan wakil rakyat, dan industri ini kan industri yang legal, harusnya diberlakukan sama (dengan industri lain), tidak di-banned," ujar Budidoyo dalam acara Kongkow Bisnis Pas FM di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (18/1/2017).

Dia menjelaskan, selama ini berbagai ketentuan yang mengatur promosi produk rokok telah banyak diterapkan.

Salah satunya adalah iklan luar ruangan yang lokasinya tidak boleh di dekat sekolah, tempat bermain anak, dan tempat ibadah.

Selain itu, jam tayang iklan produk rokok juga sudah diatur, yaitu dari pukul 21.30 hingga 05.00.

"Kalau jam tayang sudah mundur, terus ada ini kan kacau juga. Namun, kan bukan itu yang harus disalahkan. Ini aturan yang ada saja terlebih dulu dibuat konsisten. Ini (aturan yang ada) belum ditegakkan, tetapi sudah mau bikin lagi," ujarnya.

Dia menambahkan, pelarangan ini juga akan memberikan dampak pada penurunan pendapatan industri media televisi.

"Kasihan media televisi nanti karena kan pemasukan terbesar dari iklan, dan iklan rokok menyumbang banyak, jadi menurut saya keputusan Komisi I kurang tepat untuk menghentikan iklan rokok," katanya.

Berdasarkan data lembaga riset AdsTensity, industri rokok merupakan penyumbang terbesar keenam iklan televisi untuk tahun 2016 dengan nilai Rp 6,3 triliun.

Adapun perusahaan rokok yang masuk 10 besar belanja iklan di televisi antara lain Djarum senilai Rp 1,91 triliun, Gudang Garam Rp 1,32 triliun, kemudian Sampoerna Rp 1,25 triliun.

(Baca: Iklan Rokok di Televisi Terancam)

Kompas TV Industri Rokok Dan Makanan Jadi Sumber Konglomerat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com