Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Keberatan Usulan Premi Restrukturisasi Perbankan dari LPS

Kompas.com - 26/05/2017, 11:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengusulkan premi restrukturisasi perbankan sebesar 2 persen-3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Namun usulan ini sepertinya bakal berat diterima oleh industri perbankan. 

Menurut sejumlah bank, tambahan premi akan menambah peningkatan biaya operasional atau overhead cost perbankan. Dengan PDB tahun 2016 senilai Rp12.406 triliun, premi 2 persen-3 persen berkisar Rp 248,12 triliun-Rp 372,18 triliun. Jumlah tersebut tentunya tidak sedikit. 

Menurut para bankir tambahan premi akan berat. Apalagi, bank saat ini harus menyetor premi ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta iuran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika ditambah dengan premi restrukturisasi bank akan bertambah lagi jenis iuran yang harus ditanggung bank.

Apalagi, kata mereka, implementasi premi restrukturisasi bank tak mendesak. Profil risiko perbankan cukup rendah.

Menurut  Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan Indonesia masih cukup tinggi yaitu di atas 20 persen.

"Saat ini perbankan di Indonesia ada empat mekanisme pertahanan terhadap krisis (sehingga kondisinya cukup kuat)," ujar Kartika, Rabu (25/5/2017).

Setali tiga uang, Taswin Zakaria, Direktur Utama PT Bank Maybank Indonesia menilai, konsep premi restrukturisasi belum mendesak. Karena risiko sistemik perbankan belum meningkat.

"Kecuali menurut LPS saat ini ada peningkatkan risiko industri," ujar Taswin.

Kata Taswin, saat ini pungutan OJK dan LPS sudah cukup memadai untuk menangani risiko industri keuangan.

Countercyclical buffer

Saat ini, ada sejumlah mekanisme untuk mengantisipasi guncangan pada perbankan. Selain kewajiban mininum CAR, Bank Indonesia (BI) mewajibkan adanya countercyclical buffer.

Countercyclical buffer ini merupakan tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Besaran countercyclical buffer berkisar antara 0 persen-2,5 persen dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

BI mengevaluasi besaran countercyclical buffer secara berkala dalam tempo satu kali dalam enam bulan. Lalu, ada iuran LPS yang saat ini sudah mencapai Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun. Ada pula komitmen pemilik bank untuk melakukan bail-in jika terjadi kegagalan.

Dengan empat mekanisme pertahanan tersebut, menurut Kartika, cukup memadai untuk menutup risiko kegagalan bank.

Taswin menyarankan, dengan adanya pengawasan terintegrasi, sebaiknya konglomerasi bank hanya wajib membayar satu premi yakni kepada OJK.

Sebab, konglomerasi bank harus mengeluarkan premi OJK untuk masing masing anak usaha di beberapa bidang. Misal anak usaha di perbankan, asuransi, manajemen aset dan lainnya.

(Baca: Bankir Protes Iuran OJK Masuk Kas Negara)

Kompas TV Bank Anggarkan Dana “Sistem IT” Triliunan Rupiah

 


Reporter Galvan Yudistira

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com