Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Opini BPK yang jadi Lahan "Sogok Menyogok"

Kompas.com - 30/05/2017, 07:33 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/5/2017) mengakui pihaknya belum bisa memeriksa struktur pembiayaan di dalam laporan keuangan secara mendalam.

"Ada satu hal ke depan yang harus kami lihat, proses penyajian laporan dalam bentuk akun-akun laporan keuangan apakah dilaksanakan secara lelang yang baik dan benar dan lalu struktur cost apakah betul atau tidak," ujarnya.

3. Kenapa opini BPK bisa jadi lahan korupsi?

Sejak jauh-jauh hari, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) sudah mendengar adanya kabar bahwa opini WTP diperjualbelikan oleh oknum di BPK.

Deputi Sekjen Fitra Apung Widadi menilai terbongkarnya kasus suap oknum pejabat BPK baru-baru ini adalah tamparan bagi pemerintahan Joko Widodo yang dianggap terlalu membanggakan raihan WTP.

Selama ini opini WTP kerap dipergunakan untuk pencitraan. Hal ini pula yang membuat kementerian, lembaga negara, hingga pemerintah daerah berlomba-lomba ingin meraih opini WTP atas laporan keuangannya.

(Baca: Fitra: Jangan Jadikan WTP Bahan Pencitraan Pemerintah)

Sayangnya, tutur Apung, predikat WTP tidak menjamin pemerintahan bersih dalam tata kelola anggaran. Buktinya, banyak kasus korupsi Kepala Daerah yang daerahnya mendapatkan opini WTP dari BPK.

Di sisi lain, "tekanan" dari pimpinan lembaga, kementerian, bahkan Presiden bisa jadi faktor pendorong "kongkalikong" opini WTP. Apalagi pemerintah menyatakan akan merumuskan sanksi kepada kementerian atau lembaga yang tidak meraih WTP.

(Baca: Laporan Keuangan Kementerian Tidak WTP, Siap-siap Kena Sanksi!)

Sementara itu BPK mengakui sistem pengawasan pegawainya masih banyak kekurangan. Perbaikan dalan sistem pengawasan pun jadi hal utama yang fokus perhatian BPK.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak 2005 hingga 27 Mei 2017, sedikitnya terdapat 6 kasus suap yang melibatkan 23 auditor, pejabat atau staf BPK.

Kasusnya terdiri dari 3 kasus suap untuk mendapatkan opini WTP, 1 kasus suap untuk mendapatkan opini WDP, 1 kasus suap untuk mengubah hasil temuan BPK, dan 1 kasus suap untuk membantu kelancaran proses audit BPK. Nilai suap terkecil adalah Rp 80 juta per orang.

Sementara itu, nilai suap yang terbesar Rp 1,6 miliar per orang. Dari 23 nama yang diduga terlibat, lima orang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Adapun sebanyak 14 orang hanya dapat sanksi internal BPK, dan empat di antaranya masih dalam proses pemeriksaan KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com