JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, Indonesia sempat mewarisi periode inflasi yang tinggi. Darmin menyebut, sebelum krisis keuangan Asia tahun 1998 pecah, inflasi Indonesia selalu dua digit.
Adapun penyebab inflasi umumnya terjadi karena gejolak pada harga komponen pangan. Beberapa faktor menjadi penyebab, seperti kondisi cuaca hingga rantai distribusi.
Selain Indonesia, negara di kawasan Asia Tenggara yang sempat mempunyai riwayat inflasi tinggi adalah Filipina. Padahal, kedua negara memiliki beberapa kesamaan, baik kondisi alam maupun kebijakan pangan.
"Kita punya kebijakan di bidang pangan, punya Bulog (Badan Usaha Logistik). Ada negara lain yang lebih kurang sama (kondisi inflasinya dengan Indonesia), yakni Filipina, juga kepulauan, punya sejarah inflasi tinggi, dan juga punya Bulog," ujar Darmin di Bank Indonesia (BI), Senin (12/6/2017).
Darmin menyebut, pada periode 2010, ada desakan dari pasar agar suku bunga acuan BI dinaikkan guna merespon laju inflasi. Kala itu, harga cabai melonjak lantaran periode hujan yang berkepanjangan sepanjang tahun.
Namun, saat itu menjabat Gubernur BI, Darmin mengaku dirinya tidak mengutak-atik kebijakan moneter melalui jalur suku bunga tersebut. Pasalnya, menurut dia, tidak ada urusan antara kebijakan moneter dengan inflasi karena cabai.
Akan tetapi, karena kurs rupiah mulai bergerak, Darmin mengaku tak punya pilihan. Kondisi kemudian berangsur tenang ketika BI menaikkan suku bunga acuan.
Inflasi Daerah
Lalu, Darmin menuturkan, ia menyadari bahwa pemerintah saat itu tidak mempunyai perpanjangan tangan ke daerah untuk merespon inflasi. Sehingga, ide untuk membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) muncul.
BI pun kemudian mengembangkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional pada tahun 2016 lalu. Dengan demikian, harga-harga pangan strategis dapat dengan mudah diakses dengan ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.