Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Harus Dibarengi Pengelolaan yang Akuntabel

Kompas.com - 09/09/2019, 13:24 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah defisit BPJS Kesehatan yang terjadi sejak 2014 dapat mengancam keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan, menuturkan defisit yang terjadi terus mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Defisit ini terjadi karena beberapa hal. Antara lain besaran iuran BPJS Kesehatan yang belum sesuai dengan perhitungan aktuaria, rendahnya kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran, rendahnya kolektabilitas iuran oleh BPJS Kesehatan, hingga rendahnya akuntabilitas fasilitas kesehatan (klinik, rumah sakit dan lainnya).

“Kita harus bergandengan tangan menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini sesuai dengan prinsip gotong royong yang menjadi dasar pelaksanaan JKN sebagai asuransi sosial. Kami mendukung kenaikan iuran untuk kelompok PBI (Penerima Bantuan Iuran). Artinya, pemerintah menunjukan komitmennya dalam menyediakan layanan kesehatan bagi warga miskin dan kurang mampu.” ujar Ah Maftuchan dalam keterangan resminya Senin (9/9/2019).

Ah Maftuchan menyampaikan, BPJS Kesehatan dan penyelenggara layanan kesehatan harus lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan dana JKN. Meski kenaikan iuran naik, jika BPJS Kesehatan, klinik, puskesmas dan rumah sakit tidak transparan, maka defisit akan terus terjadi.

BPJS Kesehatan juga harus membangun mekanisme penagihan iuran yang baik dan manusiawi. Di samping itu, peserta mandiri juga harus patuh dalam pembayaran iuran kepesertaan JKN.

Perusahaan atau pemberi kerja juga harus meningkatkan tanggungjawabnya dalam mendukung karyawan mendapatkan hak kesehatannya.”

“Presiden harus turun tangan langsung karena ini bukti jika pemerintah serius dalam melakukan pembenahan kualitas layanan kesehatan. Jangan sampai terjadi saling lempar tanggung jawab antara BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan,” tambah peneliti kebijakan sosial Perkumpulan Prakarsa, Eka Afrina Djamhari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com