Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP: Implementasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Siap Direalisasikan Agustus 2022

Kompas.com - 29/07/2022, 10:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siap melakukan implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota pada Agustus 2022.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini mengatakan, kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota menjadi salah satu program prioritas KKP di bawah kepemimpinan Menteri Sakti Wahyu Trenggono.

"Mengenai penangkapan ikan terukur kami sudah sangat siap. Sebagian besar pelabuhan perikanan yang akan melaksanakan penangkapan ikan terukur melalui mekanisme penarikan PNBP pascaproduksi sudah kami siapkan," kata dia dalam konferensi pers Capaian Kinerja KKP Semester I-2022, Kamis (28/7/2022).

Baca juga: KKP Tingkatkan Rata-rata Pendapatan Pembudidaya Ikan, jadi Rp 4,4 Juta per Bulan

KKP siapkan 400 timbangan elektronik

Ia menambahkan, untuk merealisasikan kebijakan tersebut, pihaknya telah memperbaiki sebagian besar dermaga. Selain itu, pihaknya juga telah mempersiapkan timbangan elektronik dan sistemnya.

Bila tidak ada kendala, Zaini menyebut, program penangkapan ikan terukur sudah bisa direalisasikan pada bulan Agustus 2022. Namun demikian, untuk merealisasikan program tersebut saat ini masih menunggu surat Perarutan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen).

Sementara itu, sarana dan prasana termasuk timbangan elektronik untuk menghitung ikan yang didaratkan sudah disiapkan di sejumlah pelabuhan perikanan.

“Saat ini sudah ada 400 unit timbangan elektronik yang tersebar di pelabuhan perikanan. Akan kita siapkan berapa kebutuhannya. Pagar pembatas di 75 lokasi pelabuhan perikanan juga kita siapkan agar tidak ada ikan yang keluar sebelum dilakukan pendataan,” tegas dia.

Baca juga: KKP: Realisasi Investasi Semester I-2022 Tembus Rp 4 Triliun

Pengusaha harus punya modal sekira Rp 200 miliar

Dalam implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur, pengusaha perlu menunjukkan kemampuan modal sekurang-kurangnya Rp 200 miliar. Hal ini dilakukan untuk membatasi kuota penangkapan ikan terukur tidak diambil oleh perusahaan yang tidak bonafide.

"Setelah itu barrier yang kedua, jadi 100.000 ton dia (perusahaan) minta, dikasih 100.000 ton, maka tahun pertama dia harus menangkap 15.000 ton. Kalau dia kurang dari 15.000 ton maka dia punya kewajiban bayar PNBP itu senilai 15.000 ton itu," terang dia.

"Artinya kalau memang 15.000 ton, ketika kita rata-rata menggunakan harga umum Rp 20.000 per kg berarti dia menangkap itu kira-kira Rp 3 triliun. Sehingga tahun pertama itu dia harus membayar kalau dia 10 persen, maka dia harus membayar Rp 300 miliar. Kalau spekulasi spekulan itu tidak bisa melakukan ini," imbuh dia.

Satu kapal hanya diberi satu pelabuhan pangkalan

Setelah mendapatkan izin, semua kapal yang akan beroperasi berangkat ke laut akan dikontrol durasinya selama melaut. Setelah itu, kapal tersebut wajib mendaratkan muatan di pelabuhan yang telah ditetapkan.

"Hanya satu, jadi setiap kapal penangkap ikan hanya diberikan satu pelabuhan pangkalan. Sehingga, kami mudah mengontrolnya, terang dia.

Implementasi program penangkapan ikan terukur berbasis kuota merupakan program berbasis ekonomi biru yang didesain KKP untuk menjaga populasi perikanan berkelanjutan.

Selain itu, program penangkapan ikan terukur berguna untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang merata di wilayah pesisir serta penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Whats New
Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Whats New
Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Whats New
Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Whats New
Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Whats New
Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Whats New
Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Whats New
IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

Whats New
Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Whats New
Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Whats New
Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com