Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Dunia Turun 2 Persen, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 20/04/2023, 08:40 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia turun sekitar 2 persen ke level terendah dalam dua minggu pada akhir perdagangan Rabu (19/4/2023) waktu setempat atau Kamis pagi WIB.

Pelemahan harga minyak dunia dipicu penguatan dollar AS di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) dapat membatasi permintaan energi secara global.

Mengutip CNBC, harga minyak mentah Brent turun 2 persen atau 1,65 dollar AS menjadi sebesar 83,12 dollar AS per barrel. Sementara harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS turun 2,1 persen atau 1,70 dollar AS menjadi sebesar 79,16 dollar AS per barrel.

Baca juga: Penjualan Merosot, Laba Unilever Indonesia Turun Jadi Rp 1,4 Triliun Kuartal I-2023

Adapun penutupan kedua acuan harga minyak dunia itu menjadi yang terendah sejak 31 Maret 2023.

Pelemahan harga terjadi meskipun ada penurunan tajam dalam persediaan minyak mentah AS mencapai 4,6 juta barrel di pekan lalu karena kilang beroperasi dan ekspor naik. Penurunan ini lebih tinggi dari perkiraan analis yang sebesar 1,1 juta barrel.

Sementara itu, persediaan bensin juga melonjak secara tak terduga karena rendahnya permintaan, menurut data Administrasi Informasi Energi (EIA) AS.

Meski begitu, sentimen dari penguatan dollar AS dan kekhawatiran pasar terkait kebijakan suku bunga The Fed dan bank sentral lainnya, telah berpengaruh besar terhadap pergerakkan harga minyak mentah dunia.

Penguatan dollar AS membuat harga minyak menjadi lebih mahal bagi negara pemegang mata uang lainnya, sehingga dapat merusak permintaan global. Investor juga kecewa dengan masih tingginya inflasi di Eropa dan data ekonomi yang tidak merata di China, yang merupakan importir minyak mentah terbesar dunia.

Baca juga: H-3 Lebaran, 23.900 Pemudik Padati Stasiun Pasar Senen

"Acuan minyak mentah membukukan posisi terendah sebagai respons terhadap penguatan dolar AS, yang pada gilirannya akan membebani aset berisiko menyusul memanasnya beberapa data inflasi dari Eropa," tulis analis di perusahaan konsultan energi Ritterbusch and Associates dalam catatannya.

Di China, indeks pasar saham ditutup lebih rendah karena data ekonomi kuartal pertama yang tidak merata, mengindikasikan tidak stabilnya pemulihan ekonomi setelah negara tersebut menghapus kebijakan nol-Covid-19 yang ketat sejak akhir tahun lalu.

Indeks pasar saham di seluruh dunia juga tergelincir setelah kenaikan berturut-turut karena investor mencerna data laporan keuangan terbaru. Sementara itu, data inflasi Inggris memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed dan bank sentral lainnya.

Pada Selasa kemarin, Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan, The Fed kemungkinan akan memiliki satu lagi kenaikan suku bunga. Begitu pula dengan pejabat Bank Sentral Eropa, yang tetap mewaspadai inflasi dan menyarankan kenaikan suku bunga lebih lanjut lagi.

Baca juga: Bandara Komodo Siap Layani Penerbangan Internasional Selama KTT ASEAN ke-42

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com