Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Redenominasi Rupiah Kembali Muncul, Momennya Sudah Tepat?

Kompas.com - 28/06/2023, 14:40 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pelaksanaan redenominasi rupiah kembali muncul dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini semakin diperkuat dengan pernyataan Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan, persiapan redenominasi sudah dilakukan dan penerepannya tinggal menunggu waktu yang tepat.

Wacana kebijakan yang akan mengurangi tiga digit 0 di nominal rupiah itu sebenarnya telah muncul sejak 2010 lalu. Namun, pembahasan aturan lewat Rancangan Undang-undang Redenominasi Rupiah tidak kunjung terlaksana, disebabkan oleh berbagai isu yang membuat momen pembahasan dan pelaksanaan dinilai kurang tepat.

Lantas, apakah saat ini menjadi momen yang tepat untuk menerapkan redenominasi rupiah?

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai, redenominasi rupiah belum tepat untuk dilaksanakan dalam waktu dekat. Salah satu pertimbangannya ialah tingkat inflasi yang masih berada di kisaran 4 persen.

Baca juga: Wacana Redenominasi Rupiah Kembali Muncul, Apa Manfaatnya?

Menurutnya, redenominasi berpotensi memicu 'hyper inflation' jika dilaksanakan di tengah momen inflasi masih tinggi. Sebab, pperubahan ominal uang hasil redenominasi mengakibatkan para pedagang untuk menaikkan pembulatan harga ke atas.

"Misalnya harga barang sebelum pemangkasan nominal uang Rp 9.200 kemudian ga mungkin kan jadi Rp 9,5 paska redenominasi, yang ada sebagian besar harga dijadikan Rp10," kata dia kepada Kompas.com, dikutip Rabu (28/6/2023).

"Ada pembulatan nominal baru ke atas. Akibatnya harga barang akan naik signifikan," sambungnya.

Selain itu, saat ini Indonesia juga tengah berada dalam momentum pemulihan ekonomi. Bhima menyebutkan, sebaiknya jangan terdapat kebijakan yang kontraproduktif terkait momentum tersebut.

Ia menyebutkan, penyesuaian terhadap nominal baru akan mempengaruhi administrasi dan akuntansi puluhan juta perusahaan di Indonesia. Hal ini lah yang ia sebut sebagai langkah yang kontraproduktif.

"Alih-alih mau fokus dalam fase pemulihan ekonomi, pelaku usaha akan sibuk mengatur soal nominal harga di barang yang dijual, bahan baku bahkan administrasi perpajakan," tuturnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda juga mengatakan, redenominasi bisa menimbulkan kenaikkan inflasi. Oleh karenanya, ia menekankan pentingnya kajian lebih dalam terkait pelaksanaan redenominasi dan dampaknya ke perekonomian.

"Selain itu, masa transisi harus diperkuat juga dengan minimalisir tantangan-tantangan seperti pembulatan ke atas ataupun kembalian uang yang mungkin akan menjadi PR jika tidak ada pecahan rupiah lama," katanya.

Baca juga: Redenominasi Rupiah Pasti Jalan, BI: Desain dan Tahapan Sudah Siap

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual tidak menegaskan, apakah saat ini menjadi momen yang tepat untuk menerapkan redenominasi. Akan tetapi, ia bilang, dari segi fundamental makro untuk mendukung penerapan redenominasi, salah satu indikatornya, yakni inflasi, tengah berada dalam tren menurun.

Namun demikian, ia menilai rencana itu perlu diselaraskan dengan rencana cetak biru atau blue print Sistem Pembayaran BI terutama rupiah digital. Di sisi lain, diperlukan adanya sosialisi kepada masyarakat, sebelum redenominasi dapat dilakukan secara bertahap.

Faktor menuju redenominasi rupiah

Sebelumnya, BI memastikan, wacana redenominasi rupiah tetap berjalan sesuai rencana. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, BI sudah mempersiapkan redenominasi rupiah sejak lama dan penerapannya pun tinggal menunggu waktu.

"Kami dari dulu sudah siap, jadi redenominasi itu sudah kami siapkan dari dulu masalah desainnya, kemudian juga tahapan-tahapannya itu sudah kami siapkan sejak dari dulu secara operasional dan bagaimana untuk langkah-langkahnya," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).

Perry mengatakan, keputusan redenominasi rupiah tersebut harus menunggu waktu yang tepat. Soal waktu pelaksanaan, BI menegaskan ada tiga faktor yang harus dipenuhi.

Pertama, kondisi ekonomi makro bagus. Kedua, kondisi kebijakan moneter stabil. Ketiga, kondisi sosial politik mendukung.

"Ekonomi kita kan sudah bagus iya, sudah bagus tetapi ada baiknya memberikan momen yang tepat, tentu saja perlambatan dari global masih berpengaruh, demikian juga stabilitas ekonomi dan moneter kita kan bagus tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar, kondisi sosial politiknya pemerintah yang lebih tahu," lanjut Perry.

Baca juga: Soal Redenominasi Rupiah, Gubernur BI: Sudah Disiapkan sejak Dulu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Potensi Ekonomi Syariah Besar, BSI Gelar Pameran Produk Halal

Potensi Ekonomi Syariah Besar, BSI Gelar Pameran Produk Halal

Whats New
AXA Mandiri Lakukan Penyesuaian Premi Imbas dari Tingginya Inflasi Medis

AXA Mandiri Lakukan Penyesuaian Premi Imbas dari Tingginya Inflasi Medis

Whats New
Program Ternak Kambing Perah di DIY untuk Atasi Stunting dan Tingkatkan Ekonomi Warga

Program Ternak Kambing Perah di DIY untuk Atasi Stunting dan Tingkatkan Ekonomi Warga

Whats New
Menteri ESDM: Keberadaan Migas Tetap Penting di Tengah Transisi Energi

Menteri ESDM: Keberadaan Migas Tetap Penting di Tengah Transisi Energi

Whats New
Kinerja 'Paylater Multifinance' Tetap 'Moncer' di Tengah Gempuran Produk Perbankan

Kinerja "Paylater Multifinance" Tetap "Moncer" di Tengah Gempuran Produk Perbankan

Whats New
Kian Bertambah, Jumlah Investor Kripto di Indonesia Tembus 19,75 Juta

Kian Bertambah, Jumlah Investor Kripto di Indonesia Tembus 19,75 Juta

Whats New
Erick Thohir Resmikan Antara Heritage, Jadi Ikon Destinasi Wisata Sejarah dan Jurnalisme

Erick Thohir Resmikan Antara Heritage, Jadi Ikon Destinasi Wisata Sejarah dan Jurnalisme

Whats New
Medco Energi Bantu Ratusan Petani di Sumsel Budidaya Karet Organik

Medco Energi Bantu Ratusan Petani di Sumsel Budidaya Karet Organik

Whats New
Kemendag Fasilitasi Verifikasi Penyelidikan Antisubsidi Produk Aluminium Ekstrusi asal Indonesia oleh AS

Kemendag Fasilitasi Verifikasi Penyelidikan Antisubsidi Produk Aluminium Ekstrusi asal Indonesia oleh AS

Whats New
 IHSG Koreksi Tipis, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.000

IHSG Koreksi Tipis, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.000

Whats New
Komitmen PGN Perluas Pemanfaatan Gas Bumi di HUT ke-59

Komitmen PGN Perluas Pemanfaatan Gas Bumi di HUT ke-59

Whats New
Kementerian ESDM Lelang 5 Blok Migas di IPA Convex 2024, Ini Daftarnya

Kementerian ESDM Lelang 5 Blok Migas di IPA Convex 2024, Ini Daftarnya

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha Paytren Aset Manajemen

OJK Cabut Izin Usaha Paytren Aset Manajemen

Whats New
Fluktuasi Bitcoin Sedang Tinggi, Investor Diminta Pahami Kondisi Pasar

Fluktuasi Bitcoin Sedang Tinggi, Investor Diminta Pahami Kondisi Pasar

Whats New
AXA Mandiri Cetak Laba Bersih Rp 1,33 Triliun Sepanjang 2023

AXA Mandiri Cetak Laba Bersih Rp 1,33 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com