Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Maskapai Terbukti Kartel Tiket Pesawat, MA Perintahkan Lapor KPPU jika Akan Keluarkan Harga Tiket

Kompas.com - 27/07/2023, 15:18 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan salinan putusan kasus dugaan kartel yang melibatkan tujuh maskapai penerbangan di Indonesia berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 tertanggal 13 Desember 2022 lalu. Sementara salinannya sudah dikirim ke pengadilan pengaju per 18 Juli 2023.

Dalam putusannya, MA memenangkan kasasi yang diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan kartel harga tiket pesawat oleh ketujuh maskapai, pada tiket pesawat kelas ekonomi sepanjang 2019 yang harganya naik pada "peak season", "long weekend" dan Hari Raya. 

Tujuh maskapai tersebut yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi. 

Pada Selasa, 13 Desember 2022, MA mengabulkan permohonan KPPU untuk membatalkan putusan PN Jakarta Pusat yang terdaftar dengan nomor 365/Pdt.Sus-KPPU/2020/PN Jkt.Pst tersebut.

Saat ini perkara tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan wajib dilaksanakan.

"Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, MA berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KPPU, tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 365/Pdt.Sus-KPPU/2020/PN Jkt. Pst., tanggal 2 September 2020 yang membatalkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor Nomor 15/KPPU-I/2019, tanggal 23 Juni 2020," demikian isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022.

Baca juga: Tujuh Maskapai Dinyatakan Lakukan Kartel Tiket Pesawat, Menhub: Tidak Boleh Terjadi

7 Maskapai Langgar UU No.5 Tahun 1999

Adapun alasan MA mengabulkan permohonan kasasi tersebut lantaran ketujuh terlapor yakni para maskapai yang dilaporkan melakukan kartel tiket pesawat terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang penetapan harga.

Menurut MA, berdasarkan UU No.5/1999 tersebut, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga suatu barang dan atau jasa yangharus dibayar oleh konsumen pada pasar yang sama.

Sementara menurut MA, struktur pasar pada pasar penerbangan komersial dalam negeri adalah oligopoli dan terkonsetrasi. Sehingga, mudah bagi para operator penerbangan untuk membuat kesepakatan mengenai harga maupun suplai frekuensi penerbangan (kartel).

"Terbukti perubahan tarif penerbangan Para Pemohon Keberatan berlaku pada saat bersamaan dan ditetapkan oleh operator/Para Pemohon Keberatan setelah melihat tarif yang diberlakukan oleh operator lain bukan karena biaya operasional masing-masing operator Para Pemohon Keberatan," jelas MA pada putusan tersebut.

Baca juga: Kartel Tiket Pesawat oleh 7 Maskapai, Berikut Kronologinya

7 Maskapai Tetap Terapkan Tarif Tinggi Usai "Peak Season"

Selain itu, fakta yang ditemukan MA menunjukkan tarif tiket pesawat yang diberlakukan oleh ketujuh maskapai tersebut tetap naik meskipun peak season telah berakhir dan harga bahan bakar avtur turun.

Sedangkan tarif penerbangan komersial oleh operator penerbangan diluar KSO 7 maskapai tersebut justru mengalami penurunan.

"Dengan demikian tidak terdapat alasan sah membenarkan dalil Para Pemohon Keberatan bahwa tarif penerbangan yang mereka berlakukan adalah keputusan masing-masing operator bukan atas dasar kesepakatan," tulis MA pada putusan tersebut.

Baca juga: Dugaan Kartel Tiket Pesawat Masuk Penyelidikan KPPU

MA perintahkan 7 Maskapai lapor ke KPPU

Oleh karena itu, MA memerintahkan kepada 7 maskapai tersebut untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU sebelum mengambil setiap kebijakan pelaku usaha yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat selama 2 tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kemendag Sebut 2 Sisi Industri Tembakau, Berpeluang Hasilkan Cuan tapi Rugikan Kesehatan

Kemendag Sebut 2 Sisi Industri Tembakau, Berpeluang Hasilkan Cuan tapi Rugikan Kesehatan

Whats New
Shopee Raih Penghargaan Mitra Swasta Terbaik dari Pos Indonesia

Shopee Raih Penghargaan Mitra Swasta Terbaik dari Pos Indonesia

Whats New
Luhut: Indonesia Akan Bangun Industri Minyak Jelantah Pengganti Avtur

Luhut: Indonesia Akan Bangun Industri Minyak Jelantah Pengganti Avtur

Whats New
Soal Aturan Iuran Tapera, Anggota DPR: Pekerja Tidak Otomatis dapat Manfaat

Soal Aturan Iuran Tapera, Anggota DPR: Pekerja Tidak Otomatis dapat Manfaat

Whats New
OJK Sebut Perbankan Optimistis Kinerja Meningkat di Tengah Ketidakpastian Global

OJK Sebut Perbankan Optimistis Kinerja Meningkat di Tengah Ketidakpastian Global

Whats New
BRI Buka Lowongan Kerja hingga 15 Juni 2024, Simak Persyaratannya

BRI Buka Lowongan Kerja hingga 15 Juni 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Ekonom: Manfaat Tapera Minim, Aturan Tidak Dirancang dengan Baik

Ekonom: Manfaat Tapera Minim, Aturan Tidak Dirancang dengan Baik

Whats New
Mendag Zulhas Pastikan Tak Akan Revisi Lagi Permendag 8/2024 tentang Relaksasi Impor

Mendag Zulhas Pastikan Tak Akan Revisi Lagi Permendag 8/2024 tentang Relaksasi Impor

Whats New
Soal Tapera, Serikat Buruh: Jangan Dijalankan Sekarang

Soal Tapera, Serikat Buruh: Jangan Dijalankan Sekarang

Whats New
BKI dan PT PAL Buka Potensi Genjot Kerja Sama di Sektor Maritim

BKI dan PT PAL Buka Potensi Genjot Kerja Sama di Sektor Maritim

Whats New
Lowongan Kerja 7 Perusahaan di AS, Bisa Kerja Remote hingga Biayai Liburan, Minat?

Lowongan Kerja 7 Perusahaan di AS, Bisa Kerja Remote hingga Biayai Liburan, Minat?

Work Smart
Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
3 Tahun Lagi Masuk Anggota OECD, RI Ditargetkan Jadi Negara Maju

3 Tahun Lagi Masuk Anggota OECD, RI Ditargetkan Jadi Negara Maju

Whats New
Pertamina: Masih Ada Orang Kaya yang Pakai Elpiji 3 Kg

Pertamina: Masih Ada Orang Kaya yang Pakai Elpiji 3 Kg

Whats New
Pembayaran Utang Rafaksi Minyak Goreng Tinggal Menunggu BPDPKS

Pembayaran Utang Rafaksi Minyak Goreng Tinggal Menunggu BPDPKS

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com