Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Josua Simanjuntak
Staf Khusus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Staf Khusus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bidang Produktivitas, Nilai tambah, Kekayaan Intelektual dan Daya Saing

Tantangan Pemimpin Mendatang Membangun Ekosistem Ekonomi Kreatif

Kompas.com - 28/02/2024, 14:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUDAH lima tahun sejak Undang-Undang No 24 tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif berlaku, namun masih banyak tantangan bagi Pemerintah untuk dapat sepenuhnya memahami konsep ekonomi kreatif (ekraf).

Tentu saja usaha untuk mencapai level pemahaman mendalam dapat lebih dioptimalkan demi mengakselerasi pencapaian program kerja sektor kreatif.

Mengutip dari BCG, di Inggris sektor ekraf menghasil nilai tambah bruto sebesar 111,8 miliar dollar AS pada 2016, yang mewakili pertumbuhan tahunan sebesar 7,6 persen, lebih besar dibandingkan 3,5  persen pertumbuhan ekonomi Inggris secara keseluruhan di 2016.

Potensi ekonomi sektor ekraf di Indonesia pun tinggi, dengan kontribusi pada PDB mencapai 81 miliar dollar AS pada 2022, menurut data yang dirilis oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Mewujudkan impian sektor ekraf sebagai penggerak utama ekonomi nasional bukan hanya tanggungjawab satu lembaga semata, melainkan tantangan bagi seluruh elemen Pemerintah dan masyarakat secara luas.

Banyak hal yang masih perlu dibenahi untuk mewujudkan ekraf menjadi tulang punggung ekonomi nasional yang pernah dicanangkan pada 2015 dapat terwujudkan.

Pertama, saat ini sektor kreatif masih dipandang sebelah mata sebagai kontributor pendapatan ekonomi yang signifikan bagi negara.

Berbagai negara sudah paham potensi ekraf dan secara sadar membangun ekosistem yang mampu mengakselerasi pertumbuhan hingga mampu memanen hasilnya.

California, Amerika Serikat memiliki nilai ekonomi terbesar kelima di dunia setelah Jepang. Dalam laporan Motion Picture of America, industri perfilman yang dikenal dengan Hollywood, menyumbang 30 miliar dollar AS terhadap ekonomi California per tahun.

Pada 2022 penjualan tahunan film Hollywood sebesar 266 miliar dollar AS.

Melihat fakta dari negara-negara yang sudah melek potensi ekonomi kreatif, maka pemimpin mendatang harus mampu melihat dan menetapkan marwah ekonomi kreatif sebagai salah satu sumber daya utama bangsa.

Setiap elemen Pemerintah terkait mutlak berpartisipasi dalam mendorong potensi di dalamnya. Mampu mengangkat marwah kekayaan intelektual sebagai salah satu sumber daya utama bangsa, sejajar dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan demikian setiap elemen Pemerintah terkait mutlak berpartisipasi dalam mendorong potensi di dalamnya.

Kedua, sangat penting bagi Pemerintah memahami definisi ekonomi kreatif sesuai Undang-Undang yang bertumpu dalam dua faktor penting, yaitu nilai tambah dan kekayaan intelektual.

Dengan pemahaman mendalam maka perencanaan, bentuk program serta KPI yang akan dicapai akan tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.

Ketiga, memahami bahwa sektor ekraf adalah sektor yang padat insentif. Bercermin dari berbagai negara yang sudah menikmati buah dari sektor kreatif berbasis kekayaan intelektual seperti Amerika, Jepang, Inggris serta Korea Selatan, maka setiap negara tersebut memberikan insentif demi mengakselerasi pertumbuhan sektor kreatifnya.

Bahkan negara tetangga, Malaysia, mulai bergerak cepat dengan memberikan beragam grant (hibah) kepada pelaku usaha kreatif untuk menciptakan karya unggulan yang akan bersaing di arena global dengan harapan memberikan sumbangan besar kepada PDB negara.

Pemberian insentif ini berbeda dengan pemberian pinjaman dana kepada pelaku usaha kreatif yang saat ini terus diupayakan oleh Pemerintah.

Pemberian insentif bertujuan mendorong pelaku usaha kreatif agar menghasilkan karya-karya unggulan yang nantinya menjadi penyumbang PDB yang signifikan.

Insentif dapat berupa fasilitas infrastruktur, promosi, kerja sama, pertukaran pengalaman, dukungan riset dan banyak hal lain yang tujuannya mengakselerasi penciptaan ekosistem ekraf.

Keempat, kemampuan menjaga konsistensi program Pemerintah. Hal ini mutlak harus dapat dijaga mengingat kematangan hasil dalam sektor kreatif merupakan proses panjang.

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang dapat diambil contoh. K-Wave menunjukkan kesadaran Pemerintah Korea Selatan akan peran kunci mereka dalam membangun industri kreatif berbasis kekayaan intelektual.

Pada 2008, Pemerintah Korsel mendirikan badan khusus sebagai koordinator implementasi kebijakan ekraf, yang bertugas menjamin terlaksananya kebijakan dan program kerja lintas kementerian yang terlibat.

Kelima, koordinasi antarlembaga Pemerintah yang selalu menjadi tantangan. Saat ini kolaborasi antarlembaga Pemerintah masih menjadi tantangan dan tak jarang lebih cenderung untuk bekerja secara mandiri dan melewatkan proses sinkronisasi program terkait ekraf.

Bahkan sangat jamak ditemui kasus tumpang tindih peran dan kepentingan dalam mengembangkan ekosistem ekraf.

Kolaborasi dan koordinasi antarlembaga Pemerintah mutlak dilakukan untuk merumuskan, merencanakan dan menjalankan program optimalisasi potensi ekonomi sektor ekraf.

Aktivitas tersebut wajib dilandasi oleh pemahaman komprehensif terkait definisi kekayaan intelektual yang tepat sasaran dan bersifat bottomup.

Uraian tantangan dan potensi sektor ekonomi kreatif di atas akan menjadi pekerjaan besar bagi pemimpin mendatang jika ingin mewujudkan cita-cita sektor ekraf sebagai salah satu penggerak ekonomi nasional.

Dalam suatu artikel, salah seorang capres menyatakan ingin mengembalikan lembaga Pemerintah yang khusus menangani sektor ekraf.

Ini merupakan angin segar bagi pelaku ekraf. Kendati demikian, pemimpin perlu digarisbawahi pembelajaran dan tantangan yang dihadapi.

Pertanyaan selanjutnya, mampukah lembaga tersebut mendorong peran kekayaan intelektual sebagai sumber daya pembangunan bangsa? Mampukah lembaga ini menjaga eksistensi dari peran lembaga tersebut?

Mampukan lembaga ini menjaga konsistensi dari program yang dicanangkan serta mampukah lembaga ini untuk menjalankan fungsi koordinasi lintas kementerian?

Kumpulan pertanyaan tersebut seharusnya dapat dijawab sehingga perkembangan ekonomi kreatif Indonesia tidak seperti tari Maumere Gemu Famire yang bergerak maju selangkah, mundur dua langkah putar ke kiri, putar ke kanan dan akhirnya kembali lagi di tempat semula.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com