Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Setyo Budiantoro
Dosen

Nexus Strategist Perkumpulan Prakarsa dan Pengajar Pasca-Sarjana Universitas Udayana

Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Kompas.com - 11/05/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA baru saja mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen pada kuartal pertama 2024. Angka yang menunjukkan kemajuan dan stabilitas ekonomi di tengah turbulensi ketidakpastian global.

Namun, pertumbuhan ini sebenarnya menyembunyikan kompleksitas lebih dalam dan memunculkan pertanyaan kritis: Apakah angka ini benar-benar mencerminkan kemajuan dan kesejahteraan nasional yang sejati?

Meskipun banyak pihak merayakan angka ini sebagai pencapaian besar, analisis lebih mendalam akan mengungkapkan realitas yang lebih beragam.

Produk Domestik Bruto (GDP), yang telah lama menjadi barometer utama pertumbuhan ekonomi global, kini semakin dipertanyakan sebagai ukuran terbaik untuk menilai kesehatan sejati ekonomi di dunia yang semakin menuntut keadilan sosial, inklusivitas dan keberlanjutan.

GDP, dengan segala kegunaannya, tidak mengukur faktor-faktor penting seperti distribusi kekayaan, kualitas lingkungan hidup, ketimpangan sosial, dan kesenjangan pendapatan.

Ini menimbulkan perdebatan tentang seberapa jauh angka pertumbuhan ekonomi benar-benar mencerminkan peningkatan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

Meskipun terjadi pertumbuhan signifikan, kemajuan ekonomi yang tinggi bisa terjadi, sementara masalah seperti kemiskinan tetap bertahan atau bahkan meningkat.

Wilayah yang dihela pertumbuhan ekonominya hanya dengan eksploitasi sumber daya alam, terkadang menunjukkan hal tersebut.

Di banyak kasus, pertumbuhan ekonomi yang cepat juga tidak selalu disertai dengan penciptaan lapangan kerja memadai, yang berarti bahwa tidak semua lapisan masyarakat mendapatkan kesempatan sama untuk berkontribusi dan memanfaatkan hasil pertumbuhan tersebut.

Lebih jauh lagi, pertumbuhan yang tidak diatur dengan baik dapat menyebabkan kerusakan lingkungan parah. Pada akhirnya dapat mengurangi kualitas hidup dan menimbulkan biaya sosial dan ekonomi jangka panjang yang tinggi.

Konsep "Beyond GDP" muncul sebagai advokasi untuk penggunaan indikator yang lebih inklusif dan berkelanjutan untuk mengukur pembangunan dan kemajuan.

Konsep ini didasarkan pada pengakuan bahwa keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan harus diperhitungkan untuk memberikan gambaran lebih akurat tentang kesejahteraan negara.

Ini mendapat momentum sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk model pertumbuhan yang lebih bertanggung jawab, inklusif dan berkelanjutan.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang diadopsi oleh PBB pada 2015 mencakup serangkaian target luas yang dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan yang saling terkait, seperti kemiskinan ekstrem, kesenjangan, krisis iklim, dan kehilangan keanekaragaman hayati.

SDGs tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meliputi aspek kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, dan keadilan sosial, memberikan jawaban untuk pendekatan pembangunan yang lebih holistik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengintip Peluang Usaha Nasi Goreng, Berapa Modal dan Keuntungannya?

Mengintip Peluang Usaha Nasi Goreng, Berapa Modal dan Keuntungannya?

Smartpreneur
Anggaran Subsidi Listrik 2025 Diprediksi Rp 88 Triliun, Naik Rp 15 Triliun

Anggaran Subsidi Listrik 2025 Diprediksi Rp 88 Triliun, Naik Rp 15 Triliun

Whats New
Ada 'Jamu Manis', BI Pede Pertumbuhan Kredit Perbankan Capai 12 Persen

Ada "Jamu Manis", BI Pede Pertumbuhan Kredit Perbankan Capai 12 Persen

Whats New
Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan via Lapak Asik

Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan via Lapak Asik

Whats New
Cara Bayar Cicilan KPR BTN via Aplikasi dan ATM

Cara Bayar Cicilan KPR BTN via Aplikasi dan ATM

Spend Smart
Bank Neo Commerce Berhasil Membalik Rugi Jadi Laba pada Kuartal I-2024

Bank Neo Commerce Berhasil Membalik Rugi Jadi Laba pada Kuartal I-2024

Whats New
Tembus Pasar Global, Aprindo Gandeng Anak Usaha Garuda Indonesia

Tembus Pasar Global, Aprindo Gandeng Anak Usaha Garuda Indonesia

Whats New
Cara Ganti Kartu ATM BRI 'Expired' lewat Digital CS

Cara Ganti Kartu ATM BRI "Expired" lewat Digital CS

Whats New
Pemkab Gencarkan Pasar Murah, Inflasi di Lebak Turun Jadi 2,1 Persen Per Mei 2024

Pemkab Gencarkan Pasar Murah, Inflasi di Lebak Turun Jadi 2,1 Persen Per Mei 2024

Whats New
Mendag Ogah Revisi Permendag 8/2024, Asosiasi Pertekstilan: UU Pemilu Saja Bisa Diganti...

Mendag Ogah Revisi Permendag 8/2024, Asosiasi Pertekstilan: UU Pemilu Saja Bisa Diganti...

Whats New
Pemerintah Pakai Produk Semen Rendah Emisi Karbon untuk Bangun IKN

Pemerintah Pakai Produk Semen Rendah Emisi Karbon untuk Bangun IKN

Whats New
Tahun Ini, Emiten Beras NASI Bidik Pertumbuhan Laba Bersih 618 Persen

Tahun Ini, Emiten Beras NASI Bidik Pertumbuhan Laba Bersih 618 Persen

Whats New
Hingga April 2024, Jumlah Nasabah Tabungan Haji BSI Tembus 5,1 Juta

Hingga April 2024, Jumlah Nasabah Tabungan Haji BSI Tembus 5,1 Juta

Whats New
MTDL Bakal Tebar Dividen Rp 257,8 Miliar dari Laba Bersih 2023

MTDL Bakal Tebar Dividen Rp 257,8 Miliar dari Laba Bersih 2023

Whats New
Pasarnya Potensial, Chevron-Caltex Perkuat Bisnis Pelumas Industri di Indonesia

Pasarnya Potensial, Chevron-Caltex Perkuat Bisnis Pelumas Industri di Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com