Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arip Muttaqien
Akademisi, Peneliti, dan Konsultan

Doktor ekonomi dari UNU-MERIT/Maastricht University (Belanda). Alumni generasi pertama beasiswa LPDP master-doktor. Pernah bekerja di ASEAN Secretariat, Indonesia Mengajar, dan konsultan marketing. Saat ini berkiprah sebagai akademisi, peneliti, dan konsultan. Tertarik dengan berbagai topik ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pembangunan internasional, Asia Tenggara, monitoring-evaluasi, serta isu interdisiplin. Bisa dihubungi di https://www.linkedin.com/in/aripmuttaqien/

"Dutch Disease" dan Transformasi Ekonomi

Kompas.com - 04/07/2024, 09:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISTILAH Dutch Disease pertama kali diperkenalkan majalah The Economist pada1977. Istilah ini merujuk pada penurunan kontribusi sektor manufaktur di Belanda setelah penemuan gas alam cair di Groningen pada 1959.

Dalam konteks ekonomi, Dutch Disease merujuk pada masalah yang muncul ketika negara sangat tergantung pada satu sektor khusus, biasanya sektor sumber daya alam (SDA). Ada beberapa tanda yang menunjukkan terjadinya Dutch Disease.

Pertama, eksploitasi sumber daya alam menghasilkan pendapatan besar, yang menyebabkan mata uang domestik menjadi lebih kuat.

Kedua, karena penguatan mata uang domestik, produk ekspor dari sektor manufaktur menjadi lebih mahal dan kurang bersaing di pasar internasional.

Ketiga, ekonomi menjadi terlalu bergantung pada harga komoditas, yang sering berfluktuasi, sehingga membuat ekonomi menjadi tidak stabil.

Contoh paling mencolok adalah Nauru. Dalam sejarahnya, Nauru pernah menjadi negara sangat kaya berkat tambang fosfat. Fosfat sangat penting dalam produksi pupuk.

Sayangnya, industrialisasi tidak terjadi di Nauru. Negara ini hanya memperoleh keuntungan dari kegiatan ekstraktif penambangan fosfat.

Karena sangat tergantung pada pertambangan, maka sektor lain (pertanian dan perikanan) menjadi kurang kompetitif. Namun tidak bertahan lama, ketika bahan baku fosfat habis pada 1980-an, Nauru mulai mengalami penurunan kesejahteraan.

Contoh lain adalah Venezuela yang sangat tergantung pada minyak bumi. Saat ini Venezuela mengalami hyperinflation dan turunnya daya beli masyarakat.

Rusia dan Nigeria juga mengalami keuntungan dengan kenaikan harga minyak bumi dan gas alam cair. Namun ketika terjadi penurunan harga minyak bumi dan gas alam cair, negara tersebut mengalami kegoncangan ekonomi.

Fluktuasi harga komoditas

Fakta menunjukkan bahwa fluktutasi harga komoditas cukup mengganggu perencanaan perekonomian berbagai negara.

Sebagai contoh, selama 25 tahun terakhir, harga minyak bumi sempat menyentuh 19 dollar AS per barel pada November 2001. Kemudian sempat menyentuh 127 dollar AS per barel pada Mei 2008.

Ketika pandemi COVID-19, harga minyak bumi anjlok ke 19 dollar AS per barel pada April 2020.

Harga gas alam cair sempat menyentuh 19 dollar AS per MMBtu pada September 2005. Harga gas alam sempat anjlok ke 1,8 dollar AS pada Juni 2020. Kemudian sempat melonjak naik menjadi 9,2 dollar AS pada September 2022.

Batu bara memiliki grafik yang unik. Sempat stagnan antara 52-131 dollar AS per ton dari April 2009 hingga Juli 2021.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Top Up Saldo GoPay Lewat BCA

Cara Top Up Saldo GoPay Lewat BCA

Work Smart
Pentingnya Penguatan Petani untuk Swasembada Gula

Pentingnya Penguatan Petani untuk Swasembada Gula

Whats New
KPPU Dorong Pemerintahan Prabowo-Gibran Alihkan Subsidi LPG ke Pembangunan Jargas Kota

KPPU Dorong Pemerintahan Prabowo-Gibran Alihkan Subsidi LPG ke Pembangunan Jargas Kota

Whats New
BSI Buka Layanan 'Weekend Banking' di 540 Kantor Cabang Selama Juli 2024

BSI Buka Layanan "Weekend Banking" di 540 Kantor Cabang Selama Juli 2024

Whats New
 425.000 Tiket Kereta Api Telah Terjual Selama Libur Sekolah, Ini Rute Favoritnya

425.000 Tiket Kereta Api Telah Terjual Selama Libur Sekolah, Ini Rute Favoritnya

Whats New
Blibli Hadirkan Super Sale 7.7, Ada Diskon hingga 90 Persen

Blibli Hadirkan Super Sale 7.7, Ada Diskon hingga 90 Persen

Spend Smart
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 70

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 70

Whats New
Unggah Poster Korupsi Adalah Maut, Kementan Ungkap Alasannya

Unggah Poster Korupsi Adalah Maut, Kementan Ungkap Alasannya

Whats New
PUPR Targetkan Pemasangan Bilah Garuda Kantor Presiden di IKN Rampung Pekan Depan

PUPR Targetkan Pemasangan Bilah Garuda Kantor Presiden di IKN Rampung Pekan Depan

Whats New
BRI Buka Lowongan Kerja hingga 14 Juli 2024, 'Fresh Graduate' Bisa Daftar

BRI Buka Lowongan Kerja hingga 14 Juli 2024, "Fresh Graduate" Bisa Daftar

Work Smart
Waspada Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai, Kenali Modusnya

Waspada Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai, Kenali Modusnya

Whats New
China Dianggap jadi Mitra Terpenting Indonesia, Luhut: Kami Ingin Memastikan Hubungan Baik Terus Saling Percaya..

China Dianggap jadi Mitra Terpenting Indonesia, Luhut: Kami Ingin Memastikan Hubungan Baik Terus Saling Percaya..

Whats New
Bidik Pasar Sumatera Selatan, Supertex Tawarkan Ragam Kain bagi Pencinta Tekstil

Bidik Pasar Sumatera Selatan, Supertex Tawarkan Ragam Kain bagi Pencinta Tekstil

Rilis
Pembangunan Runway Bandara VVIP IKN Baru 60 Persen, PUPR Lakukan Modifikasi Cuaca

Pembangunan Runway Bandara VVIP IKN Baru 60 Persen, PUPR Lakukan Modifikasi Cuaca

Whats New
Influencer yang Gagal Kelola Dana Rp 71 Miliar Diminta Hentikan Kegiatan dan Kembalikan Dana Investor

Influencer yang Gagal Kelola Dana Rp 71 Miliar Diminta Hentikan Kegiatan dan Kembalikan Dana Investor

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com