Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Pengusaha Tolak Larangan Barang Impor di Bawah Rp 1,5 Juta Dijual via "Online"

Kompas.com - 02/08/2023, 15:38 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 untuk melarang penjualan barang impor di bawah 100 dollar AS atau setara Rp 1,5 juta.

Langkah pemerintah tersebut ditolak Asosiasi Pengusaha Pengusaha Logistik E-commerce (APLE).

Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) Sonny Harsono menilai, kebijakan baru tersebut tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan.

Ia mengatakan, jika pemerintah menghentikan penjualan impor beberapa barang seperti aksesoris ponsel atau barang yang tidak diproduksi di dalam negeri, akan menimbulkan terjadinya kegiatan impor ilegal.

"Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir," kata Sonny dalam keterangan tertulis, Rabu (2/8/2023).

Baca juga: Upaya Membendung Barang Impor di Lapak Daring

Sonny mengatakan, platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara.

Namun demikian, kata dia, negara-negara lain menerapkan kebijakan yang sama yaitu berupa pengenaan pajak pada harga barang, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.

"APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke 6 negara dengan volume melebihi angka impor. Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Sonny mengatakan, penutupan keran transaksi barang impor lintas negara tersebut akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM.

Ia mengatakan, proses impor cross-border ke Indonesia saat ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Baca juga: Mendag Zulhas: Larangan Impor Barang di Bawah 100 Dollar AS Cuma untuk Cross Border Commerce

 


Sonny mengatakan, dari sisi proses, impor dilakukan 100 persen secara digital dan terotomatisasi, terlebih bea cukai sudah mengaplikasikan e-catalog agar pendapatan negara yang berasal dari bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang besar dapat dipastikan sesuai.

Karenanya, ia berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border.

"Sebab, platform yang tidak melakukan transaksi cross- border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM tersebut lantaran masih ada barang eks-impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang. Tentu hal semacam ini malah merugikan negara, karena barang-barang eks-impor ini tidak dikenai pajak," tuturnya.

Baca juga: Coba Lihat TikTok Shop, Harga Sweater Impor Rp 15.000-Rp 20.000, Gimana Kita Bisa Bersaing...

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com