Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos BI Ungkap 5 Gejolak Global yang Bakal Hantam Indonesia Tahun Depan

Kompas.com - 30/11/2023, 06:11 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memaparkan lima gejolak global yang dapat menghantam Indonesia pada 2024 dan 2025.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, hal itu dipengaruhi oelh ketegangan geopolitik yang terjadi oleh perang Rusia dan Ukraina.

Tak hanya itu, perang dagang China dan Amerika Serikat dan konflik Israel dan Hamas juga menjadi salah satu penyebabnya.

"Fragmentasi geopolitik berdampak pada fragmentasi geoekonomi. Akibatnya, prospek ekonomi global akan meredup pada 2024 sebelum akan mulai bersinar kembali pada 2025," kata dia dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023, Rabu (29/11/2023).

Baca juga: BI Proyeksikan Ekonomi Indonesia Tahun Depan Bisa 5,5 Persen

Ia menambahkan, ketidapastian kondisi ekonomi tersebut tercermin dalam lima karakteristik.

Pertama, terdapat tren pertumbuhan yang semakin lambat. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan melambat menjadi 2,8 persen pada 2024.

Adapun, pada 2025 proyeksi pertumbuhan ekonomi akan tumbuh ke level 3 persen.

"Amerika (Serikat) masih baik, Tiongkok melambat, India dan Indonesia tumbuh tinggi," imbuh dia.

Baca juga: Ekonomi Global Masih Negatif, Sri Mulyani: Jerman dan Inggris Terancam Resesi

Kedua, terdapat tren penurunan inflasi yang lambat meskipun terdapat pengetatan moneter yang agresif di negara maju. Inflasi diprediksi baru akan turun pada 2024 dan masih berada di atas target.

Hal tersebut erat kaitannya dengan harga energi, harga pangan, dan ketatnya pasar tenaga kerja.

Selanjutnya, tren suku bunga tinggi masih akan berlangsung lama.

Suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve diperkirakan masih akan tinggi pada 2024.

Itu berpotensi menekan pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia.

Baca juga: BI Bakal Tahan Suku Bunga hingga 2025

Selanjutnya, adanya tren penguatan dollar AS yang masih berlanjut. Hal ini akan membuat tekanan pada nilai tukar seluruh dunia, termasuk rupiah.

Terakhir, Perry menyampaikan, keluarnya modal dalam jumlah besar dari pasar negara berkembang ke negara maju.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com