Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Kenaikan BI Rate Jadi 6,25 Persen Tidak Perlu Dikhawatirkan

Kompas.com - 10/05/2024, 08:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RAPAT Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDGBI) bulan April 2024 memutuskan menaikkan suku bunga acuan, yaitu BI rate menjadi 6,25 persen.

Pertimbangan utama dari kebijakan ini sebagai langkah memperkuat stabilitas nilai rupiah, khususnya terhadap dollar AS, yang sampai saat ini masih melemah dan sudah di bawah nilai fundamentalnya, yaitu Rp 16.000 per dollar AS.

Di samping itu, kebijakan tersebut merupakan langkah pre-empitive (tindakan pencegahan) dan forward looking (mengantisipasi) supaya inflasi tetap terjaga di kisaran target BI, yaitu 2,5 +/- 1 persen.

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebenarnya lebih disebabkan faktor eksternal sehingga hampir semua mata uang negara-negara Asia mengalami pelemahan.

Setidaknya ada dua faktor penyebab menguatnya dollar AS terhadap hampir semua mata uang.

Pertama, ekpektasi terhadap masih tingginya suku bunga acuan AS atau Fed Rate dalam jangka waktu lama (higher for longer) sebagai akibat dari masih tingginya inflasi AS karena kenaikan harga energi dan pangan.

Kenaikan harga energi dan pangan masih terjadi akibat belum usainya perang Rusia-Ukraina, Israel-Hamas, dan terbaru Israel-Iran.

Mau tidak mau, supaya mata uang banyak negara tersebut tidak melemah, maka suku bunga acuan di berbagai negara juga dinaikkan, termasuk BI Rate di Indonesia.

Kedua, kenaikan bunga obligasi negara AS dengan jatuh tempo 2 tahun dan 10 tahun. Kenaikan suku bunga utang dalam negeri atau obligasi negara AS juga membuat mata uang beberapa negara mengalami pelemahan.

Pemilik uang akan menukar uang yang dimilikinya dengan obligasi negara AS yang memberikan imbal hasil lebih tinggi daripada disimpan di deposito dalam mata uang lokal.

Akibatnya, beberapa negara menaikkan suku bunga acuannya untuk mencegah pelemahan nilai tukarnya terhadap dolar AS, termasuk Indonesia yang menaikkan BI Rate.

Namun, banyak pihak khawatir atas kenaikan BI Rate menjadi 6,25 persen, yang dampak negatifnya kenaikan suku bunga kredit.

Kenaikan suku bunga kredit ini dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif lebih lanjut, yaitu turunnya pengeluaran konsumsi masyarakat dan investasi.

Menurunnya investasi akan menyebabkan turunnya kesempatan kerja sehingga pengangguran meningkat.

Meningkatnya pengangguran akan menyebabkan kenaikan kemiskinan. Kenaikan kemiskinan akan menyebabkan kenaikan kriminalitas dan juga mungkin krisis politik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Whats New
Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Whats New
Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Whats New
Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Whats New
Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Whats New
Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Whats New
Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

Whats New
Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com