Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khawatir Investor "Lari" ke Luar Negeri, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Pajak Kripto

Kompas.com - 07/01/2024, 12:00 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha industri kripto meminta kepada pemerintah untuk meninjau ulang besaran pungutan pajak kripto. Pasalnya, besaran pajak dan pungutan kripto saati ini dinilai berpotensi menekan kinerja industri kripto nasional.

CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan, transaksi kripto dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,10 persen dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,11 persen untuk transaksi yang dilakukan di platform terdaftar Bappebti. Selain itu, saat ini transaksi kripto juga dikenakan pungutan sebesar 0,02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring kripto.

"Banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia," tutur Oscar, dalam keterangannya, Jumat (5/1/2024).

Baca juga: Soal Kripto Haram, Ini Kata Asosiasi Fintech Syariah

Menurutnya, pungutan-pungutan tersebut berpotensi membebani keuangan investor kripto. Pada akhirnya, hal itu akan berdampak terhadap pelaku industri kripto dalam negeri.

"Apalagi jika dibandingkan dengan pajak di industri saham, nominal pajak di industri kripto saat ini tidak seimbang. Pajak saham totalnya hanya 0,1 persen," ujarnya.

Lebih lanjut Oscar bilang, platform trading kripto luar negeri yang beroperasi di Indonesia seharusnya bisa dikenakan pajak hingga triliunan rupiah. Akan tetapi, ia menyebutkan, pajak tersebut tidak ditagih oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Oscar menilai, hal itu berpotensi membuat investor kripto nasional beralih ke platform kripto asing. Sebab, investor bisa mendapatkan biaya transaksi lebih murah.

"Dikhawatirkan adanya peraturan pajak yang pada awalnya bertujuan baik, malah memicu terjadinya capital outflow dari industri kripto Indonesia," katanya.

Baca juga: Mengenal Kripto, Aset Blockchain Berisiko Tinggi dan Risiko Dibaliknya


Oleh karenanya, Oscar berharap, pemerintah dapat mempertimbangkan opsi peninjauan kembali besaran pungutan pajak kripto. Apalagi, pada tahun 2024 terdapat momentum halving day yang berpotensi meningkatkan transaksi kripto.

"Banyak orang yang menantikan momentum halving day ini karena harga bitcoin dan aset kripto lainnya selalu mengalami kenaikan signifikan," ucap Oscar.

Sebagai informasi, pemerintah sudah mulai mengenakan pajak kripto sejak Mei 2022. Pungutan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Adik Prabowo Bangun Pabrik Timah di Batam, Bidik Omset Rp 1,2 Triliun

Adik Prabowo Bangun Pabrik Timah di Batam, Bidik Omset Rp 1,2 Triliun

Whats New
SKK Migas Sebut Transisi Energi Akan Tempatkan Peranan Gas Jadi Makin Strategis

SKK Migas Sebut Transisi Energi Akan Tempatkan Peranan Gas Jadi Makin Strategis

Whats New
PT PELNI Buka Lowongan Kerja hingga 16 Mei 2024, Usia 58 Tahun Bisa Daftar

PT PELNI Buka Lowongan Kerja hingga 16 Mei 2024, Usia 58 Tahun Bisa Daftar

Work Smart
Bapanas Siapkan Revisi Perpres Bantuan Pangan untuk Atasi Kemiskinan Esktrem

Bapanas Siapkan Revisi Perpres Bantuan Pangan untuk Atasi Kemiskinan Esktrem

Whats New
Banjir Landa Konawe Utara, 150 Lahan Pertanian Gagal Panen

Banjir Landa Konawe Utara, 150 Lahan Pertanian Gagal Panen

Whats New
Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Whats New
478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Whats New
Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com