Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Shalahuddin Ahmad
Peneliti

Kandidat doktor ekonomi, peneliti ekonomi pertahanan dan ekonomi digital

Elvira Nabiullina, Benteng Penjaga Pertahanan Ekonomi Rusia

Kompas.com - 17/01/2024, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI awal 2024, ada berita besar di Eropa yang jarang dilansir di media mainstream atau hanya jadi berita kecil bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sudah mengklaim bahwa Rusia adalah negara yang ekonominya terbesar di Eropa berdasarkan "Purchasing Power Parity" (PPP).

Ini tentu seharusnya menjadi berita besar di Eropa. Namun karena Rusia sedang berperang dengan Barat dan berbagai upaya dilakukan untuk “menjegal” Rusia di forum dunia dengan cara memboikot atau menolak semua unsur Rusia atau orang Rusia, maka ada upaya untuk meredam informasi ini.

Berita Rusia menjadi ekonomi terbesar di Eropa dalam hal daya beli tentu membuat malu berbagai negara Eropa, terutama Jerman yang selalu dianggap sebagai negara terbesar di Eropa dalam banyak hal, termasuk dalam ukuran ekonomi dan industri.

Apalagi hal ini terjadi di saat Rusia mendapatkan berbagai sanksi ekonomi di Barat. Bahkan sudah mencapai 11 putaran sanksi, yang antara lain memutus Rusia dari SWIFT, menolak membeli minyak dan gas dari Rusia, memaksa berbagai industri dan merek Barat meninggalkan Rusia seperti McDonald, memberikan sanksi kepada entity yang melakukan bisnis dengan Rusia, hingga upaya membekukan berbagai aset dan dana milik Rusia atau orang Rusia yang ada di berbagai negara Eropa dan Amerika.

Sehingga banyak pihak yang menilai bahwa perang di Ukraina bukan sekadar adu tempur antara Rusia dan Ukraina dengan menggunakan senjata Barat, tapi juga perang ekonomi dahsyat dengan berbagai manuver kebijakan dan tindakan yang terkait dengan ekonomi.

Tujuannya membuat Rusia terjepit dan diharapkan bisa menyerah karena kesulitan ekonomi yang akan dihadapi.

Jika di front perang militer, panglimanya adalah Jenderal Sergei Shoigu dan Jenderal Valeri Gerasimov, yang masing-masing adalah Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Bersenjata, maka di front perang ekonomi panglimanya adalah Elvira Nabiullina, Gubernur Bank Sentral Federasi Rusia.

Elvira Nabiullina membuat berbagai kebijakan untuk memproteksi Rusia dari berbagai dampak sanksi.

Nampaknya sebelum Rusia memulai serangan pada Februari 2022, Elvira Nabiullina sudah melakukan berbagai simulasi sanksi dan counter sanksi yang akan dilakukan dan juga melakukan stress test terhadap kemampuan Rusia menghadapi sanksi.

Apalagi Rusia bukan kali pertama ini menghadapi sanksi dari Barat. Sanksi Barat bahkan sudah ada sejak delapan tahun lalu saat Rusia menjadikan Krimea sebagai bagian dari Federasi Rusia.

Belajar dari delapan tahun pengalaman itu, maka batalyon ekonomi dengan komandan Elvira Nabiullina menyiapkan berbagai skenario sanksi yang mungkin dijatuhkan terhadap Rusia.

Saat serangan pertama ke Ukraina dimulai oleh Rusia dan kemudian nilai tukar mata uang Rusia Ruble mulai hancur, Rusia tiba-tiba membuat kebijakan bahwa semua transaksi pembelian minyak Rusia oleh negara yang tak bersahabat harus menggunakan Ruble.

Kebijakan ini bahkan membuat nilai tukar Ruble menguat dan menjadi paling kuat dalam delapan tahun terakhir sejak 2014.

Langkah ini dinilai sangat jenius dan mirip langkah Mahathir Muhammad memproteksi Ringgit dengan melarang Ringgit ditransaksikan di luar Malaysia pada saat krisis moneter 1998.

Saat Barat memutuskan Rusia dari sistem perbankan SWIFT sejak 2014 yang menyebabkan bank Rusia terasing dari sistem perbankan dunia, Rusia kemudian membuat sistem alternatif pengganti SWIFT yang dinamakan SPFS. Belakangan mengikuti konsorsium alternatif CIPS yang dibuat oleh China.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com