Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Mengurai Polemik Kenaikan Pajak Hiburan

Kompas.com - 29/01/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KENAIKAN tarif pajak hiburan yang terus menjadi perdebatan menimbulkan sejumlah miskonsepsi yang penting untuk diuraikan. Mendalami landasan hukum yang mendasarinya dapat memberikan jawaban.

Polemik ini bermula dari amandemen tarif pajak hiburan dalam Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Salah satu muatannya menetapkan batas tarif pajak hiburan tertentu paling rendah sebesar 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Namun, perlu ditegaskan bahwa perubahan tarif ini sebenarnya hanya berdampak pada lima jenis jasa hiburan saja, yaitu diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.

Sebaliknya, sektor hiburan lainnya seperti wahana rekreasi dan penayangan film, justru mengalami penurunan tarif dari maksimal 35 persen menjadi 10 persen.

Lebih lanjut, penetapan batas tarif tertinggi sebesar 75 persen sebenarnya bukanlah isu baru. Sebelumnya, aturan tersebut sudah ada dalam UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Polemik timbul ketika UU HKPD akhirnya memutuskan untuk mengatur batas tarif terendah. Hal ini menjadi perhatian karena UU PDRD sebelumnya tidak pernah mencantumkan aturan mengenai batas tarif minimum.

Meskipun wewenang pemungutan dan pendapatan pajak hiburan berada di tangan pemerintah kabupaten dan kota, kehadiran UU HKPD menjadi landasan hukum yang mengikat bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pajak daerah setempat.

Penetapan batas tarif minimum mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan tarif pajak hiburan tertentu minimal sebesar 40 persen. Dampaknya terlihat dalam lonjakan tarif yang terjadi di berbagai daerah, yang sebelumnya menerapkan tarif lebih rendah.

Sebagai contoh, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kota Batam awalnya menetapkan tarif pajak hiburan tertentu sebesar 25 hingga 35 persen.

Meski bukan dikenakan langsung atas penghasilan pelaku usaha hiburan, kenaikan tarif ini akan meningkatkan harga yang harus dibayar konsumen. Hal ini akan tetap memberikan dampak yang signifikan bagi pelaku usaha.

Kenaikan harga ini berpotensi mengurangi minat konsumen pada sektor hiburan yang masih berangsur pulih setelah pandemi. Namun, mengapa polemik baru mencuat sekarang padahal UU HKPD telah disahkan sejak Januari 2022 silam?

Hal ini lantaran UU HKPD memberikan periode transisi selama 2 tahun bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan kebijakan pajaknya. Pada 5 Januari 2024, seluruh daerah diharuskan sudah menerapkan aturan tersebut, baik dengan atau tanpa amandemen peraturan daerah.

Contohnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengesahkan Peraturan Daerah No. 1/2024 tentang PDRD tepat pada 5 Januari lalu. Isinya menetapkan tarif pajak 40 persen bagi hiburan jenis tertentu dan 10 persen bagi jenis hiburan lainnya, sesuai batas yang diatur UU HKPD.

Kenaikan tarif juga terjadi di kota-kota lain, seperti Batam dan Medan, yang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 5 hingga 10 persen.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Whats New
Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Spend Smart
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com