JAKARTA, KOMPAS.com - Minat investasi kripto di Tanah Air kian meningkat, tercermin dari jumlah investor yang terus bertambah dan telah menembus level 20 juta.
Meskipun demikian, tidak sedikit juga masyarakat yang masih enggan untuk menempatkan modalnya di instrumen investasi digital.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan platform transaksi aset kripto, Reku, alasan masyarakat enggan untuk berinvestasi kripto bervariasi.
Hasil riset yang dilakukan terhadap 300 responden di Jawa-Bali menunjukan, alasan utama masyarakat belum berinvestasi kripto ialah tingginya risiko aset digital itu.
Baca juga: Tantangan Industri Kripto di Indonesia, dari Edukasi hingga Regulasi
Selain itu, alasan lain masyarakat tidak berinvestasi di kripto ialah tidak memahami fundamental (40 persen), tidak familiar dengan aset kripto (35 persen), banyaknya isu negatif (34 persen), dan fluktuasi harga yang tajam (31 persen).
"Ini menunjukkan bahwa aset kripto masih dianggap sebagai instrumen yang hanya cocok untuk investor dengan profil risiko yang tinggi," ujar CCO Reku, Robby, dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024).
"Padahal, setiap aset kripto memiliki karakteristiknya masing-masing," sambungnya.
Baca juga: Investor Terus Bertambah, Bappebti Bareng Industri Kawal Ekosistem Aset Kripto
Robby mengatakan, sebenarnya terdapat aset kripto dengan fluktuasi yang tergolong landai, sehingga cocok untuk investor dengan profil risiko menengah.
"Ada juga strategi yang bisa dimanfaatkan oleh investor jangka panjang, misalnya staking," katanya.
Oleh karenanya, Robby menilai, sebenarnya risiko dari investasi aset kripto ditentukan oleh kecocokan aset dengan profil risiko dan tujuan investasi masing-masing investasi.
Dengan melihat hasil riset itu, para pemangku kepentingan kripto menekankan pentingnya upaya memaksimalkan pemahaman masyarakat terhadap adopsi kripto lewat literasi dan edukasi.
Baca juga: Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN