JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut kekhawatiran adanya potensi konflik horizontal antar organisasi masyarakat (ormas) akibat pemberian izin pengelolaan tambang, adalah hal yang berlebihan.
Sebagai informasi, pemerintah mengeluarkan aturan baru yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang memberikan izin ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan.
"Lebay banget kalau sampai ada konflik," ujar Bahlil saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Baca juga: ESDM Sebut Tidak Sembarangan Ormas Bisa Kelola Tambang
Ia pun enggan menjelaskan lebih lanjut terkait aturan baru tersebut. Dia hanya menekankan bahwa izin mengelola tambang diberikan ke badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan tersebut.
"Kita memberikan ke ormas bukan ke organisasinya, tapi ke badan usaha yang dimiliki oleh ormas itu," kata dia.
Bahlil pun menyebut dirinya akan menggelar konferensi pers khusus di Kementerian Investasi yang membahas secara menyeluruh PP Nomor 25 tahun 2024 tersebut.
"Besok saja semuanya. Besok akan konpers di Kementerian Investasi," ucapnya.
Adapun PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2023.
Pada Pasal 83A Ayat (1) beleid itu disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.
Sejumlah pihak menilai aturan ini berpotensi menimbulkan konflik kentingan antar ormas.
Baca juga: Luhut soal Ormas Kelola Tambang: Bisa Konflik Kepentingan jika Enggak Diawasi
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, ada kekhawatiran terjadi gesekan horizontal antara ormas yang mendapatkan wilayah pertambangan dengan yang tidak.
Ia menjelaskan, jika ada salah satu ormas yang mendapatkan wilayah tambang, sementara ormas lain atau ormas yang berada di dekat lokasi pertambangan tidak mendapatkan hak pengelolaan, maka dikhawatirkan menimbulkan gesekan.
"Misalnya ada ormas A yang diberikan, B juga diberikan, tapi ada C D E F G dan seterusnya yang juga mungkin merasa berhak, tapi wilayahnya terbatas. Jangan sampai terjadi gesekan. Apalagi ormas di daerah penghasil tapi enggak dapat," ujarnya dalam acara Maket Review, Selasa (4/6/2024).
"Masalah sosialnya ini yang lebih perlu diantisipasi karena gesekan horizontalnya besar," imbuh dia.
Senada, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Semarang menyebut ada potensi munculnya konflik horizontal atas aturan tersebut.
"Potensi konflik antar ormas keagamaan dengan non keagamaan yang merasa iri atas perlakuan negara yang tidak adil akan muncul. Potensi konflik dengan masyarakat yang terdampak lingkungan pertambangan, dengan ormas keagamaan juga akan muncul," ujar Ketua Presidium PMKRI Cabang Semarang Natael dalam keterangannya dikutip Rabu (5/6/2024).
Baca juga: Baru PBNU yang Ajukan Izin Tambang, Ormas Lain Belum Ada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.