Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"New Normal" di Yogyakarta | Kemanusiaan dan Rasisme | Tipe Teman Tukang Jualan

KOMPASIANA--Pertanyaan besar dari akan diterapkannya kenormalan baru adalah sudah sebarapa siap kita untuk memulainya? Apa saja hal-hal yang sudah kita siapkan?

Sebanarnya dengan begitu lamanya kita melakukan banyak kegiatan dari rumah dan terbiasa menjaga kebersihan diri itu bisa jadi modal untuk melakukan kenormalan baru.

Rumah ibadah dan perkantoran, misalnya, akan diizinkan dibuka tetapi dengan mematuhi standar protokol yang ditetapkan.

Kewaspadaan dan tetap mawas diri, barangkali, bisa dijadikan batas untuk kita tetap berhati-hati. Karena memang tidak semua provinsi di Indoesia akan memulai kenormalan baru yang diwacanakan, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan masih menjadi fokus Presiden Joko Widodo lantaran angka penyebaran yang masih ternilai tinggi.

Pada kurasi kali ini, kita akan lihat bagaimana Yogyakarta menyiapkan diri hingga --tanpa kita bisa pungkiri-- bahkan masih ada yang belum tahu Covid-19 itu sendiri.

Inilah konten-konten menarik dan terpopuler di Kompasiana dalam sepakan:

1. Melihat Tanda-tanda "New Normal" di Yogyakarta

Jika ada yang kentara dari dimulainya kenormalan baru, Kompasianer Hendra Wardana melihat, misalnya, beberapa portal yang semula terkunci kini kembali dibuka.

Bahkan tak sedikit spanduk-spanduk berisi himbauan dilarang melintas mulai dilucuti. Beberapa gang kini kembali "bersih" dan bisa dilalui seperti dulu.

Sederhananya: "Local lockdown" pun dilonggarkan. Di sisi yang lain, lanjutnya, tatanan kehidupan normal baru merupakan keniscayaan.

"Geliat kehidupan normal, entah "new normal" atau "old normal", semakin tampak saat siang sampai malam. Pelan tapi pasti kini kawasan Jalan Kaliurang mulai meriah lagi," tulis Kompasianer Hendra Wardana. (Baca selengkapnya)

2. Jangankan "New Normal", Covid-19 pun Ada yang Belum Tahu

Dari apa yang Kompasianer Nursini Rais laporkan dari Kabupaten Kerinci, Jambi, tidak sedikit dari mereka bahkan ada yang belum mengetahui tentang Covid-19.

"Jangankan new normal, warga yang belum tahu Virus Corona pun masih ada. Karena hari-hari mereka bergelut dengan urusan suap masing-masing. Pergi pagi pulang sore," tulisnya.

Bukan hanya itu, galon dan ember air pencuci tangan yang biasanya ditempatkan di depan-depan warung, di rumah pribadi (pada beberapa desa), kini sudah lenyap dari permukaan.

Meskipun dari data yang tercatat tidak adanya kasus kematian akibat Covid-19 ini, patut pula dicermati bahwa di Jambi dikelilingi oleh dua zona lumayan parah dan telah menerapkan PSBB. (Baca selengkapnya)

3. Penumpang Ojol Siap-siap Menenteng Helm ke Mana-mana

Demi menjaga kebersihan dan kesehatan masing-masing, bukan tidak mungkin kalau para penumpang ojol akan membawa helm sendiri.

Bisa dibayangkan, seperti yang ditulis Kompasianer Widi Kurniawan, pengguna ojek juga bukan semata menggunakan moda tersebut dalam beraktivitas sehari-hari.

Bisa jadi, lanjutnya, seseorang berangkat kerja dari rumahnya di daerah Bogor naik ojek online ke stasiun dan setelah itu naik KRL menuju Jakarta.

"Kita bayangkan lagi perjalanan pulangnya: dari kantor belum tentu langsung pulang, ada kemungkinan mampir ke tempat-tempat seperti minimarket, apotek, kafe, nonton bioskop dan lain-lain," tulisnya. (Baca selengkapnya)

4. George Floyd, Media, sampai Wolf Warrior

Protes besar yang terjadi di Amerika Serikat atas kematian George Floyd masih berlanjut. Hari demi hari jumlahnya semakin besar.

Bukan hanya itu, hal serupa juga terjadi di Indonesia, meskipun tidak sebesar dan sebanyak orang-orang di Amerika Serikat, tetapi yang disuarakan tetap sama: rasisme yang terjadi di Papua.

Hal itu terus bergulir, tulis Kompasianer Naurah Nazhifah, rasisme terus menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai.

"Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang paling minimal adalah berhenti membanding-bandingkan satu kasus dengan kasus lain meskipun memiliki asas yang sama, yaitu kemanusiaan dan rasisme," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

5. Tipe Teman Tukang Jualan, Kamu Termasuk yang Mana?

Keinginan untuk mencari penghasilan tambahan di luar gaji tetap membuat Kompasianer Ofi Sofyan mencoba untuk berbisnis. Apalagi ketika sedang marak bisnis online, maka itulah yang jadi pilihan.

Pada tulisannya kali ini Kompasianer Ofi Sofyan bukan difokuskan pada barang yang dijual, tetapi bagaimana barang itu dipasarkan: teman sebagai konsumen.

Harapannya karena mereka sudah dekat secara personal, tulis Kompasianer Ofi Sofyan, akan sangat mudah buat kita untuk menjual kepada mereka.

"Saya mencoba membaginya ke dalam kategori 5 jenis teman berdasarkan interaksi jualan yang kami lakukan tersebut," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

https://money.kompas.com/read/2020/06/06/154457826/new-normal-di-yogyakarta-kemanusiaan-dan-rasisme-tipe-teman-tukang-jualan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke