Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Defisit APBN Rp 548,9 Triliun, Sri Mulyani: Jauh Lebih Baik dari Tahun Lalu

Bendahara negara ini menjelaskan, defisit lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu. Tahun lalu, defisit mencapai Rp 764,8 triliun atau 4,67 persen terhadap PDB.

"Secara keseluruhan APBN kita masih alami defisit. Namun kalau lihat dibanding (target) APBN maupun tahun lalu jauh lebih baik," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (25/11/2021).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, total defisit mencapai 54,5 persen dari target APBN yang mencapai Rp 1.006,4 triliun.

"Dibanding tahun lalu yang defisit totalnya, ini penurunan 28,2 persen, drop tinggi dan ini menunjukkan kesehatan APBN dan tren yang baik," beber dia.

Pendapatan negara

Adapun defisit yang lebih rendah terjadi karena adanya kenaikan penerimaan negara. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mencatat, pendapatan negara sampai Oktober 2021 mencapai Rp 1.510,0 triliun atau terealisasi 86,5 persen dari target APBN.

Pendapatan negara tumbuh sebesar 18,2 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.277 triliun. Pendapatan negara ditopang oleh penerimaan perpajakan dan PNBP.

Penerimaan perpajakan tumbuh 17 persen (yoy) mencapai Rp 1.159,4 triliun, atau sudah mencapai 80,3 persen dari target APBN Rp 1.444,5 triliun. Dirinci lebih jauh, penerimaan perpajakan ini terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 953,6 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 205,8 triliun.

Penerimaan pajak tumbuh 15,3 persen (yoy), sementara bea dan cukai tumbuh 25,5 persen (yoy). Porsinya masing-masing sudah 77,6 persen dan 95,7 persen terhadap APBN 2021.

"Bea cukai tumbuh kuat karena disumbangkan oleh bea masuk yang meningkat 16,8 persen dan bea keluar yang tumbuh 8 kali lipat. Jadi penerimaan bea cukai sangat baik, baik karena cukai, maupun dikontribusi oleh bea masuk dan keluar yang mengalami momentum akibat pemulihan ekonomi," ucap Sri Mulyani.

Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tercatat tumbuh 25,2 persen (yoy) menjadi Rp 349,2 triliun. Hingga Oktober 2021, realisasinya sudah mencapai target sebesar 117,1 persen dari target Rp 298,2 triliun.

"Ini melebihi target APBN. Kita harap bulan depan sampai akhir tahun pendapatan negara bisa tembus semuanya di angka 100 persen, sehingga melebihi Rp 1.743,6 triliun seperti yang ada di target APBN awal," ujar Sri Mulyani.

Belanja Negara

Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) ini menjelaskan, belanja negara hingga Oktober 2021 mencapai Rp 2.058,9 triliun. Realisasinya meningkat 0,8 persen dibanding tahun lalu (year on year/yoy). Angkanya setara dengan 74,9 persen dari target Rp 2.750 triliun.

Jika dirinci, belanja pemerintah pusat sudah mencapai Rp 1.416,2 triliun atau 72,5 persen dari pagu Rp 1.954,5 triliun. Realisasi ini naik sebesar 5,4 persen secara tahunan (yoy).

Belanja pemerintah pusat ini terdiri dari belanja K/L Rp 833,1 triliun atau 80,7 persen dari pagu Rp 1.032 triliun dan belanja non K/L Rp 583,1 triliun atau 63,2 persen dari pagu Rp 922,6 triliun. Belanja non K/L tercatat -5,7 persen.

Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) mencapai Rp 642,6 triliun atau turun 7,9 persen. TKDD terdiri dari transfer ke daerah Rp 585,3 triliun atau -8,2 persen dan dana desa Rp 57,3 triliun atau -5,2 persen.

Adapun pembiayaan anggaran terealisasi Rp 608,3 triliun atau 60,4 persen dari pagu Rp 1.006,4 triliun. Pembiayaan anggaran ini -34,3 persen (yoy) dibanding tahun lalu sebesar Rp 926,3 triliun.

"Kita lihat dari postur APBN sudah sesuai keinginan yaitu APBN jadi lebih sehat, namun tetap bisa menopang dan mendorong pemulihan ekonomi," pungkas Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2021/11/25/174916326/defisit-apbn-rp-5489-triliun-sri-mulyani-jauh-lebih-baik-dari-tahun-lalu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke