Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Galau Harga Telur

Ini membuat banyak pihak bertanya-tanya, apa sebenarnya penyebab harga bahan pokok ini melonjak tinggi.

Tingginya HPP peternak berkisar Rp 21.000- Rp 22.000/kg, dipengaruhi tingginya harga bahan baku pakan (sekitar 65 persen dari HPP), baik yang berasal dari dalam negeri seperti jagung.

Maupun bahan baku asal impor seperti soy bean meal (bungkil kedelai) dan meat bone meal (tepung tulang dan daging).

HPP tersebut kemudian memengaruhi harga jual pada tingkat peternak dalam kondisi normal berkisar Rp 22.000 - Rp 24.000/kg, yang kemudian berakibat pada harga eceran telur ayam ras yang seyogyanya berada pada kisaran Rp 27.000 - Rp 28.000 per kg.

Sementara itu, karakteristik industri pangan kecil memiliki daya tahan rendah. Mereka hanya mampu membeli bahan baku harian, ada yang mingguan, tidak memiliki inventory stock.

Adapun perusahaan besar memiliki perencanaan sebulan kedepan. Termasuk kontrak jangka panjang sampai akhir tahun.

Kalangan pengusaha menilai kondisi itu tidak lepas dari mahalnya biaya produksi dari para peternak.

Harga telur terus naik ditengarai karena semakin melonjaknya permintaan telur, sedangkan stok telur terbatas.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta agar masyarakat tidak meributkan kenaikan harga telur ayam.

Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menyebutkan kenaikan harga telur saat ini karena sedang mencari keseimbangan (ekuilibrium) sebagai akibat kenaikan pada beberapa variabel biaya.

Banyak variabel yang membuat harga telur mengalami kenaikan. Salah satunya yang juga memberi kontribusi besar, yakni biaya transportasi.

Apalagi telur bukan komoditi yang tahan lama. Yang pasti harga telur tidak mungkin untuk kembali ke harga Rp 19.000 hingga Rp 20.000 per kilogram karena bakal mematikan peternak.

Kemungkinan banyak yang menjawab peternak/petani yang paling diuntungkan dengan melambungnya harga komoditas kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) tersebut.

Secara logika memang bisa dipahami bahwa semakin tinggi lonjakan harga suatu komoditas, maka ada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan produsen.

Jadi dalam kaitan melonjaknya harga beberapa komoditas pangan akhir-akhir ini seharusnya petani/peternaklah yang paling diuntungkan.

Namun yang terjadi pada usaha pertanian/peternakan rakyat, tidak selamanya mengikuti logika tersebut.

Hal itu bisa terjadi karena para petani/peternak rakyat mengalami apa yang disebut paradoks produktivitas (productivity paradox).

Kondisi paradoks secara jelas tergambarkan dalam industri peternakan ayam rakyat. Masalah sistemik yang melingkupi usaha peternakan ayam rakyat ini berpangkal pada tingginya angka produksi.

Kondisi itu berimbas pada rendahnya harga di tingkat peternak hingga di bawah harga pokok produksi (HPP). Namun ironisnya, para konsumen harus membeli dengan harga yang sangat mahal.

Memicu lonjakan inflasi

Pemerintah seharusnya mewaspadai kenaikan harga bahan pokok yang memicu lonjakan inflasi. Komoditas pangan yang diwaspadai karena mengalami kenaikan harga saat ini adalah bawang dan telur ayam ras.

Kenaikan harga pangan memiliki kontribusi yang besar dalam peningkatan inflasi nasional. Misal, 30 dari 34 provinsi di dalam negeri memiliki angka inflasi lebih besar dari angka inflasi nasional sebesar 4,9 persen pada kuartal II-2022.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional atau PIHPSN mendata rata-rata nasional harga telur ayam hari ini kembali mencetak rekor tertinggi senilai Rp 31.300 per kilogram.

Berdasarkan data PIHPSN, rata-rata nasional harga telur ayam tidak pernah menembus angka Rp 31.000, setidaknya sejak 2018.

Ironisnya, para peternak telur tidak menikmati madu dari lonjakan harga tersebut. Harga tinggi itu lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pengepul.

Secara kasat mata nilai tambah peningkatan produktivitas usaha tani justru lebih banyak dinikmati oleh para pelaku nonusaha ternak.

Lebih jauh lagi kondisi ini berimplikasi makin tertinggalnya tingkat pendapatan riil petani/peternak dari para pelaku nonusaha ternak.

Kondisi memprihatinkan ini terjadi salah satunya karena kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada para pelaku utama usaha peternakan atau pertanian. Petani dan peternak selalu dihadapkan pada dua kekuatan eskploitasi ekonomi.

Pada pasar faktor produksi, mereka dibiarkan berhadapan dengan kekuatan monopolistis, sedangkan saat menjual hasil produksi dihadapkan pada kokohnya tembok monopsonistis.

Apa yang kemudian terjadi? Nilai tambah usaha ternak mereka diperkecil oleh struktur nonusaha ternak yang bersifat dispersal, asimetris, dan cenderung terdistorsi.

Lihat saja, ketika terjadi penurunan harga di tingkat konsumen, maka penurunan harga secepat kilat ditransmisikan kepada petani atau peternak secara sempurna.

Sebaliknya, ketika terjadi kenaikan harga di tingkat konsumen selalu ditransmisikan secara lambat dan tidak sempurna kepada petani atau peternak.

Informasi pasar, seperti preferensi konsumen, juga dimanfaatkan untuk mengeksploitasi petani atau peternak.

Mendorong ketahanan pangan

Ada tiga fokus dalam mendorong ketahanan pangan, yakni diversifikasi pangan, intensifikasi pangan, dan pengembangan bibit hasil rekayasa genetika atau GMO. Fokus strategi tersebut dapat meningkatkan resiliensi sektor pangan nasional.

Menurut penulis, setidaknya ada lima gagasan dari tulisan “Galau Harga Telur” ini:

Pertama, Pemerintah harus segera mengintervensi kenaikan harga telur tersebut dengan melakukan operasi pasar untuk segera menurunkan harga telur.

Kenaikan telur sangat membebani masyarakat karena telur adalah komoditas utama yang dibutuhkan hampir setiap rumah tangga.

Pemerintah perlu juga melakukan penyelidikan mendalam, apakah kenaikan telur disebabkan adanya campur tangan spekulan atau mafia telur di dalamnya.

Jangan sampai ada pihak pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari naiknya harga telur yang tidak wajar ini.

Jika terbukti ada pihak yang mengatur kenaikan harga telur secara tidak wajar, maka semua pihak yang terlibat harus diproses secara hukum.

Kedua, Pemerintah harus sudah mulai melakukan swasembada terhadap pakan ayam petelur. Sehingga jangan lagi ada peternak ayam yang mengeluh karena terbatas atau mahalnya harga pangan untuk ayam petelur. Selama ini stok pangan ayam petelur masih bergantung pada impor.

Ketiga, Penulis menyayangkan pernyataan Mendag yang meminta agar masyarakat tidak meributkan kenaikan harga telur ayam. Justru pernyataan Mendag yang membuat kegaduhan.

Mendag seharusnya mendorong agar harga telur ayam bisa turun. Kegaduhan ini karena ada jeritan dari emak-emak yang terus mengalir kepada kami sehingga masyarakat mau tidak mau harus mendorong agar pemerintah mencarikan solusi.

Perlu dipahami, harga tersebut menjadi harga tertinggi dalam 5 tahun terakhir Kementrian Perdagangan bekerja.

Keempat, perlunya ketegasan Pemerintah. Bukankah harga komoditas pangan sepertinya ada yang mengatur?

Mau harga tinggi, rendah atau bagaimana tingkatannya tergantung pada pihak tertentu, yang tentu harus bermain cantik melihat gelagat reaksi pemerintah dan masyarakat.

Kalau keadaan aman, bisa saja produsen suatu komoditas dipermainkan harganya justru pada saat panen.

Kelima, koordinasi antarkementerian sangat penting dalam stabilisasi harga pangan. Menteri Perdagangan harus bekerja sama dengan Menteri Pertanian dalam mengambil kebijakan stabilisasi harga pangan.

Jangan sampai para menteri berjalan sendiri-sendiri mengatasi masalah seberat pangan, apalagi seolah-olah mencari pencitraan. Koordinasi lintas lembaga dan kementerian agar produksi dan konsumsi dapat sejalan.

Tentunya tidak hanya telur ayam, tetapi juga sembilan bahan pangan lainnya.

Sebaiknya Presiden Jokowi tidak hanya mengeluarkan kebijakan dengan tafsir untuk kepentingan negara, tetapi juga berpikir untuk kepentingan masyarakat.

Kehidupan masyarakat kini bertambah susah dan seharusnya ada kebijakan yang meringankannya.

https://money.kompas.com/read/2022/08/30/152337726/galau-harga-telur

Terkini Lainnya

Bappeda DKI Jakarta Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Bappeda DKI Jakarta Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Transfer Pengetahuan dari Merger TikTok Shop dan Tokopedia Bisa Percepat Digitalisasi UMKM

Transfer Pengetahuan dari Merger TikTok Shop dan Tokopedia Bisa Percepat Digitalisasi UMKM

Whats New
Harga Bahan Pokok Senin 6 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Senin 6 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
IHSG Diperkirakan Melaju, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Melaju, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Kesenjangan Konsumsi Pangan dan Program Makan Siang Gratis

Kesenjangan Konsumsi Pangan dan Program Makan Siang Gratis

Whats New
Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Erick Thohir: 82 Proyek Strategis BUMN Rampung, tapi Satu Proyek Sulit Diselesaikan

Erick Thohir: 82 Proyek Strategis BUMN Rampung, tapi Satu Proyek Sulit Diselesaikan

Whats New
Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Whats New
BTN Konsisten Dongkrak Inklusi Keuangan lewat Menabung

BTN Konsisten Dongkrak Inklusi Keuangan lewat Menabung

Whats New
[POPULER MONEY] HET Beras Bulog Naik | Kereta Tanpa Rel dan Taksi Terbang Bakal Diuji Coba di IKN

[POPULER MONEY] HET Beras Bulog Naik | Kereta Tanpa Rel dan Taksi Terbang Bakal Diuji Coba di IKN

Whats New
Bakal Diumumkan Hari Ini, Ekonomi Indonesia Diramal Masih Tumbuh di Atas 5 Persen

Bakal Diumumkan Hari Ini, Ekonomi Indonesia Diramal Masih Tumbuh di Atas 5 Persen

Whats New
Panduan Bayar Tagihan IndiHome di Indomaret dan Alfamart

Panduan Bayar Tagihan IndiHome di Indomaret dan Alfamart

Spend Smart
Simak Cara Melihat Nomor ShopeePay yang Terdaftar

Simak Cara Melihat Nomor ShopeePay yang Terdaftar

Whats New
Cara Mudah Bayar Tagihan Listrik PLN melalui Aplikasi BRImo

Cara Mudah Bayar Tagihan Listrik PLN melalui Aplikasi BRImo

Spend Smart
Laba Ditahan: Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Cara Menghitungnya

Laba Ditahan: Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Cara Menghitungnya

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke