Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pola Subsidi BBM Saat Ini Dinilai Memperlebar Kesenjangan Sosial

Dia menjelaskan, dalam Undang-undang dan juga regulasi, secara ekonomi subsidi diberikan untuk membantu daya beli masyarakat yang kurang berdaya atau masyarakat miskin.

Namun hal ini berbanding terbalik karena penyaluran BBM subsidi selama ini dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu.

Komaidi merinci, pengguna solar tercatat 74 persen dinikmati oleh angkutan darat dengan 80 persen dinikmati oleh kelompok kaya. Sementara pertalite, penerima manfaatnya adalah 70 persen pengguna kendaraan roda 4 dengan jumlah volume 29 juta kilo liter per tahun.

“Artinya, pertalite diakses oleh orang yang memiliki mobil, yang secara definisi adalah orang kaya. 99 persen di antaranya pengguna mobil pribadi, 0,4 persen angkutan umum, 0,6 persen taksi online. Sementara untuk roda 2, 98 persen adalah kendaraan pribadi dan 2,2 persen merupakan ojek online,” kata Komaidi secara virtual, Kamis (1/9/2022).

Komaidi menyebut masyarakat yang berada di garis kemiskinan kota dan desa tidak mungkin membeli kendaraan. Sebab kata dia, masyarakat tersebut berpenghasilan Rp 500.000 per kapita per bulan. Uang itu hanya cukup untuk keperluan sandang dan pangan saja.

Berdasarkan data tersebut, maka ia menyimpulkan bahwa subsidi BBM yang selama ini diberikan tidak tepat sasaran.

“Pemilik mobil dan motor, keluar dari definisi garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 500.000 per bulan per orang (pendapatan), tidak mungkin bisa beli motor. Kesimpulannya, subsidi kalau polanya seperti ini akan menciptakan kesenjangan sosial yang semakin besar,” ujar dia.

Komaidi mengungkapkan, jika subsidi pada dasarnya diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin, maka pola subsidi yang selama ini dilakukan menjadikan masyarakat mampu pemilik motor dan mobil tak ubahnya seperti masyarakat miskin karena mendapatkan subsidi.

Di sisi lain, dengan kuota BBM yang semakin menipis dan anggaran yang terbatas membuat pemerintah memiliki beberapa opsi mengatasi masalah tersebut. Diantaranya menaikkan harga BBM bersubsidi, menambah kuota BBM, hingga memberlakukan pembatasan.

Berdasarkan APBN 2022, terdapat 3 varibel dalam pembentukan struktur harga BBM. Tiga komponen tersebut dinilai memberatkan jika harga BBM subsidi tidak dilakukan penyesuaian. Mulai dari asumsi harga minyak dunia dari 63 dollar AS per barrel jadi di atas 100 dollar AS per barrel, tidak tercapainya lifting minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

“Tiga variabel ini menjadi pemberat, dalam pembentukan struktur harga BBM, karena harganya semakin mahal. Kalau tidak ada adjustment, pasti kebutuhan subsidinya akan naik signifikan. Di sisi lain, Indonesia sudah menjadi net importir sejak lama karena produksi di tanah air tidak mencukupi,” ungkapnya.

“Produksi dalam negeri, konsumsi totalnya per hari kalau kondisi normal (tidak pandemi) 1,5-1,6 juta barrel per hari. Produksi minyak hanya 600.000 barrel dan di kilang hanya 700.000-an per hari. Sehingga sebagian besar kita harus impor dengan harga international, dan kalau ini diberi subsidi akan cukup besar,” kata Komaidi.

https://money.kompas.com/read/2022/09/01/214516526/pola-subsidi-bbm-saat-ini-dinilai-memperlebar-kesenjangan-sosial

Terkini Lainnya

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Whats New
Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Whats New
InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke