Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Judi Porkas, Undian Lotre yang Dilegalkan pada Masa Soeharto

KOMPAS.com - Judi adalah istilah yang bisa dibilang sangat sensitif di Indonesia. Judi selalu dikonotasi dengan hal negatif.

Sebagaimana negara lain di dunia yang melarang judi, selalu ada saja praktik judi terselubung di Indonesia yang bisa ditemukan, meski diberantas berkali-kali.

Andai saja ada pejabat atau tokoh publik saat ini yang secara terbuka mewacanakan ingin melegalkan judi, tentu sudah terbayangkan keributan dan kegaduhan yang akan muncul.

Namun, praktik judi sejatinya pernah dilegalkan di Indonesia. Ali Sadikin, saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, pernah melegalkan aktivitas judi. Hal serupa juga pernah dilakukan pemerintahan Presiden Soeharto, namun dengan skema lotre. 

Porkas di era Soeharto

Saat berkuasa, pemerintah pusat di era Soeharto pernah melakukan penarikan lotre bernama Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas). Undian ini menggunakan skema menebak M-S-K (Menang-Seri-Kalah) hasil laga 14 tim divisi utama Galatama (liga kasta teratas/kini Liga 1) kala itu.

Pengusaha kawakan, Robby Sumampow alias Robby Kethek, didapuk jadi koordinator pengumpul dana Porkas secara nasional.

Robby merupakan salah satu pengusaha yang dekat dengan Keluarga Cendana, bisnisnya pun berkembang pesat di era kekuasaan Presiden Soeharto.

Porkas sendiri dianggap sebagai judi karena pada dasarnya adalah undian atau lotre berhadiah. Kendati begitu, pemerintahan Orde Baru selalu menolaknya disebut sebagai judi.

Diberitakan Harian Kompas, 29 Desember 1985, Porkas dipakai pemerintah untuk menggalang dana untuk membiayai penyelenggaraan olahraga terutama sepak bola.

Di tahun 1980-an, pemerintah mulai melegalkan penarikan dana dari masyarakat lewat kupon yang nantinya akan diundi pemenangnya untuk mendapatkan hadiah.

Nama resmi undian dari pemerintah tersebut yakni Kupon Berhadiah Porkas Sepak Bola (KPBS). Undian tersebut bahkan diperkenalkan langsung oleh Menteri Sosial saat itu, Nani Soedarsono.

"Ini adalah hadiah tahun baru buat kami, dan berarti menunjang dana KONI untuk pembinaan olahraga," kata Nani Soedarso dikutip pada 31 Desember 1985.

Porkas terbilang cukup sukses, dana besar yang terkumpul dari undian tersebut dipakai untuk membiayai kompetisi sepak bola Galatama yang dikelola PSSI.

Skema undian

Skema undian Porkas yakni masyarakat membeli kupon berhadiah dan bertaruh pada 14 klub yang berkompetisi di Galatama.

Pembeli Porkas juga harus memilih tebakan hasil pertandingan yang terdiri dari menang-seri-kalah. Lalu pemerintah lewat PSSI dan KONI akan melakukan undian setiap seminggu sekali setelah 14 klub sudah seluruhnya bertanding.

Kupon undian yang dipakai dalam Porkas disebut Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah atau KSOB. Namanya lalu berganti menjadi TSSB (Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah), dan belakangan berganti lagi menjadi SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah)

Aturan pelegalan Porkas diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1954 tentang Undian. Kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Sosial No. BSS-10-12/85 bertanggal 10 Desember 1985.

Judi taruhan selama pertandingan sebenarnya sudah marak sejak lama dan termasuk kegiatan ilegal. Pemerintah Orde Baru memanfaatkan undian Porkas untuk menggalang dana kompetisi dengan melegalkannya.

Karena dianggap judi yang dilegalkan, undian Porkas juga menuai banyak kontroversi. Banyak masyarakat yang menentang undian Porkas. Namun pemerintah Orde Baru tak bergeming karena Porkas diklaim adalah undian, bukan dianggap sebagai judi.

Salah satu yang menentang undian yang juga dikenal dengan Sumbangan Olahraga Berhadiah (SOB) ini adalah MUI. Ormas Islam ini bahkan melayangkan surat resmi meminta Presiden Soeharto mengevaluasi kembali baik buruknya Porkas.

Undian Porkas kemudian lambat laun hilang di akhir periode kekuasaan Orde Baru. Pasca-reformasi, pemerintah tak lagi melanjutkan ide penggalangan dana dengan Porkas atau SDSB.

https://money.kompas.com/read/2022/10/01/122500026/judi-porkas-undian-lotre-yang-dilegalkan-pada-masa-soeharto

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke