Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penerbangan Indonesia Akan Masuk 4 Besar Dunia

Tahun 2019 lalu, penerbangan Indonesia masih di nomor 10 di bawah Amerika, China, Inggris Raya, Spanyol, India, Jepang, Jerman, Italia, dan Perancis.

Itu bukan prediksi saya, tapi prediksi Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA).

Prediksi tersebut kembali diungkapkan oleh Regional Director Airplane Financial & Economic Analysis Boeing Comercial Company, Rowen R Vishwa pada seminar yang diadakan Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) pada 7 Desember lalu. Boeing adalah pabrikan pesawat terbesar di dunia yang berpusat di AS.

Menurut Boeing, pasar penerbangan Indonesia sebelum pandemi Covid-19 sudah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah ketersediaan kursi penerbangan per kilometer (available seat kilometers/ ASK) mencapai 13 juta kursi. Pesaing terdekat adalah Thailand dengan 8 juta kursi.

Kekuatan penerbangan Indonesia itu setara dengan 45 persen dari kekuatan penerbangan regional ASEAN.

Dengan produk domestik bruto yang mencapai 1.110 miliar dollar AS dan terus bertambah, populasi penduduk 279 juta jiwa yang sebagian besar adalah kelas menengah dan pengeluaran dari rumah tangga yang terus meningkat, maka diprediksi pertumbuhan pergerakan penumpang pesawat di Indonesia akan meningkat pesat menjadi sekitar 390 juta pada 2037.

Pada 2019 lalu, jumlah total lalu lintas penumpang pesawat Indonesia sekitar 116 juta pergerakan penumpang.

Saya kebetulan ikut dalam seminar tersebut. Terlepas dari kemungkinan bahwa Boeing mengeluarkan pernyataan tersebut sebagai gimmick promosi jualan pesawat mereka, saya setuju dan percaya bahwa potensi penerbangan Indonesia sangatlah besar.

Kepercayaan saya sejalan dengan kepercayaan para pendahulu bangsa ini dan bahkan pemerintahan Kolonial Belanda yang sejak awal kemunculan pesawat terbang sudah mengenalkan teknologi dan industrinya kepada masyarakat jajahannya di Nusantara.

Mereka yakin bahwa masa depan Nusantara yang berbentuk kepulauan ini adalah di bidang kedirgantaraan.

Para teknolog Indonesia sudah piawai dan terus menerus mengembangkan kepiawaian mereka dalam membuat pesawat sejak awal-awal kemerdekaan, atau jauh sebelum BJ. Habibie membuat pesawat N250 yang fenomenal itu.

Sebut saja nama-nama Nurtanio, Wiweko Soepono dan beberapa nama lain yang sudah bisa menciptakan pesawat terbang, walaupun masih dalam taraf sederhana sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia saat itu.

Konsistensi industri dan bisnis

Memang prediksi IATA dan Boeing tersebut bukannya tanpa syarat. Salah satu syaratnya tentunya adalah konsistensi industri dan bisnis penerbangan di Indonesia harus terus dijaga supaya berkelanjutan dan terus berkembang.

Investasi di bidang ini harus terus didorong masuk. Investasi bukan hanya dipermudah masuk, tapi juga harus dapat berkembang dan diperhatikan keberlanjutannya.

Iklim bisnis harus dibuat semenarik mungkin dengan banyak kesempatan-kesempatan yang bisa ditawarkan pada investor.

Salah satu indikator iklim bisnis yang baik adalah adanya persaingan usaha yang sehat antaroperator, baik itu maskapai penerbangan, bandara udara, bengkel perawatan pesawat, ground handling dan lainnya.

Dengan persaingan usaha yang sehat, operator akan selalu berupaya untuk beroperasi dengan efektif dan efisien.

Pada akhirnya akan berdampak pelayanan yang baik pada penumpang dan harga tiket yang dapat disesuaikan dengan kekuatan masyarakat.

Ibaratnya sebuah orkestra, dunia penerbangan dengan segala macam problema dan kepentingan di dalamnya juga harus dipimpin oleh seorang konduktor yang piawai sehingga yang terdengar adalah alunan musik sangat merdu.

Salah satu yang perlu diperhatikan serius dalam industri dan bisnis ini adalah terkait sumber daya manusia (SDM).

SDM di dunia penerbangan sangat unik karena hampir semuanya harus mempunyai sertifikat kompetensi.

Mulai dari aviation security (avsec), awak kabin pramugari-pramugara, FOO, teknisi hingga pilot harus mempunyai sertifikat kompetensi.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) juga menempatkan SDM pada posisi yang sangat penting. Aturan ICAO yang pertama sekali, yaitu Annex 1, adalah tentang personel licensing.

Untuk memperkuat penerbangan nasional, maka sertifikasi personel harus serius diperhatikan.

Bukan harus dipermudah syarat dan ketentuannya karena itu sudah ada dalam aturan ICAO, tapi harus dipermudah prosesnya. Dengan proses yang mudah dan tidak bertele-tele, biayanya juga akan berkurang.

Dengan demikian akan ada banyak anak bangsa yang bisa masuk dalam dunia penerbangan, menambah besar lapangan pekerjaan dan operator penerbangan juga dapat lebih berkembang karena suplai SDM bersertifikat melimpah.

Selama ini sebagian besar sertifikasi dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan sebagai regulator penerbangan nasional.

Ada baiknya nanti pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta yang mempunyai assesor terakreditasi sehingga mempermudah proses sertifikasi dan dapat menjangkau lapisan masyarakat lebih luas.

Kesadaran kolektif bangsa Indonesia bahwa masa depannya terletak di bidang kedirgantaraan sebenarnya sudah ada. Tinggal bagaimana memadukan kesadaran tersebut dengan potensi yang besar itu.

Mengorkestrasikannya sehingga industri kedirgantaraan Indonesia bisa menjelma menjadi industri transportasi udara yang benar-benar menjadi urat nadi dan kekuatan yang dapat menopang segala sendi kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Dan mimpi menjadi kekuatan kedirgantaraan no 4 di dunia itu akan benar-benar tercapai.

https://money.kompas.com/read/2022/12/09/134032226/penerbangan-indonesia-akan-masuk-4-besar-dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke