Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kaleidoskop 2022: Gelombang PHK dan Sederet Masalah di Sektor Ketenagakerjaan

Mulai dari terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga polemik penetapan upah minimum 2023.

Kompas.com merangkum beberapa peristiwa penting di sektor ketenagakerjaan pada 2022.

Gelombang PHK

Gelombang PHK massal yang terjadi sejak awal tahun 2022 terus bergulir di tengah kabar bayang-bayang resesi yang diprediksi terjadi pada 2023.

Sayurbox, Ajaib, Sirclo, GrabKitchen, GoTo, Ruangguru, Shopee, LinkAja, SiCepat, Zenius, Tanihub, Glints, hingga JD.ID merupakan perusahaan rintisan (startup) teknologi yang telah melakukan PHK terhadap karyawannya.

Sementara itu, berdasarkan hasil survei Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) pada 1-16 November 2022, sebanyak 149 dari 233 perusahaan tekstil telah melakukan pengurangan 85.951 karyawan, dengan 37.000 karyawan di antaranya berasal dari Jawa Barat.

Namun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut hanya terjadi PHK kepada 10.765 pekerja per September 2022. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan angka ini masih lebih rendah dibandingkan kasus PHK pada 2 tahun sebelumnya.

"Kalau kita lihat kasus pemutusan hubungan kerja 2019 sampai dengan September 2022, PHK cukup tinggi terjadi pada tahun 2020 ketika kita mengalami pandemi Covid-19. Ini data per September yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK)," ucapnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

Kemudian dia memaparkan, PHK pada 2019 sebanyak 18.911 kasus dan melonjak menjadi 386.877 kasus pada 2020. Sedangkan pada 2021 turun menjadi 127.085 kasus PHK.

Polemik usulan no work no pay

Di tengah gelombang PHK, pengusaha menyuarakan usulannya kepada pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan agar menerbitkan aturan tentang jam kerja fleksibel. Tujuannya agar pengusaha bisa memberlakukan no work no pay (tidak bekerja tidak dibayar).

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto, bila aturan tersebut diterbitkan, maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.

"Saat ini kan undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK supaya fleksibilitas itu ada dengan asas no work no pay pada saat tidak bekerja," kata dia dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI dan Menaker, Selasa (8/11/2022).

Pengusaha membujuk Komisi IX agar merestui usulan no work no pay sehingga dunia usaha bisa lebih leluasa di tengah pelemahan ekonomi global.

Namun usulan itu ditolak oleh buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan hal itu melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan.

Menurut dia, upah buruh Indonesia bersifat upah bulanan, bukan upah harian. Dalam UU Ketenagakerjaan tidak boleh memotong gaji pokok. Said Iqbal menjelaskan, dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa upah buruh harus tetap dibayar.

Dengan perjanjian jika buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha. Dalam hal ini buruh ingin tetap bekerja, bukan dirumahkan. Maka upah harus tetap dibayar.

"Terkait dengan dalih merumahkan untuk menghindari PHK, itu hanya akal-akalan saja. Tidak ada alasan untuk pengusaha lakukan PHK karena pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik nomor 3 dunia," kata dia, Kamis (10/11/2022).

Meski begitu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenaker Anwar Sanusi mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan usulan dari pengusaha terkait no work no pay.

"Kalau permintaan mereka tentunya kan kita sedang godok, kita sedang juga pertimbangkan semuanya," ujarnya ditemui di Jakarta, Kamis (10/11/2022).

"Karenanya kenapa dalam hal ini kita menekankan adanya sebuah dialog sosial yang sangat bagus, baik bentuknya bipartit maupun tripartit, apapun lah, mudah-mudahan kita bisa tentunya mengantisipasi apapun dengan kebijakan yang sebaik-baiknya," ucapnya.

Alotnya penetapan upah minimum

Sektor ketenagakerjaan juga dirundung masalah alotnya penetapan upah minimum 2023. Buruh dan pengusaha sama-sama saling tarik kepentingan. Buruh ingin upah minimum 2023 naik hingga 13 persen. Namun pengusaha mentah-mentah menolak hal itu.

Permintaan buruh bukan tanpa alasan. Sebab telah terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang memicu kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya, termasuk transportasi dan naiknya harga perumahan atau sewa kontrakan.

Selain kenaikan BBM hingga sewa kontrakan, nilai inflansi dan pertumbuhan ekonomi juga menjadi dasar dari perhitungan usulan upah minimum tersebut. Inflansi tahun ini diperkirakan 6,5 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,9 persen.

Buruh juga menolak perhitungan upah minimum 2023 menggunakan formula PP 36 tahun 2021 karena tidak relevan dengan kondisi saat ini. Sementara pengusaha mendesak pemerintah tetap menggunakan formula PP 36 tahun 2021 karena turunan UU Cipta Kerja.

Namun pemerintah memutuskan menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

Dengan terbitnya Permenaker tersebut maka kenaikan upah minimum pada tahun depan maksimal sebesar 10 persen.

Hal itu memantik respons pengusaha. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan jika pemerintah tidak mengacu PP 36 tahun 2021 dalam penetapan upah minimum, maka akan berdampak terhadap investasi hingga meningkatnya angka pengangguran.

Apindo meminta kepada pemerintah menerapkan kembali aturan turunan dari Omnibus Law Cipta Kerja terkait pengupahan yang diatur dalam PP 36 tahun 2021.

Sebab kata dia, ekonomi dunia pada 2023 akan mengalami resesi yang cukup dahsyat sehingga akan memengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri, khususnya yang berorientasi ekspor.

Hal ini sudah mulai dirasakan pada sektor padat karya seperti industri alas kaki, sepatu dan turunannya, garmen dan produk tekstil lainnya.

"Angka terakhir menunjukkan adanya penurunan permintaan secara berturut-turut sebesar 50 persen dan 30 persen, sehingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah tampak jelas di depan mata," ucap dia.

Tak henti sampai di situ, sejumlah pengusaha yang tergabung dalam asosiasi pada 28 November, resmi mendaftarkan permohonan uji materi atas Permenaker 18/2022 ke Mahkamah Agung.

Uji materi diajukan oleh sepuluh asosiasi pengusaha. Adapun 10 asosiasi pengusaha yang mengajukan tuntutan uji materi yaitu Apindo, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI).

Selanjutnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpuman Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (Hippindl), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

https://money.kompas.com/read/2022/12/25/110500126/kaleidoskop-2022--gelombang-phk-dan-sederet-masalah-di-sektor-ketenagakerjaan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke