Upaya ini disebut juga sebagai upaya hukum pertama dalam proses penyelesaian sengketa perpajakan lewat pengadilan pajak.
Wajib Pajak memiliki hak untuk tidak setuju dengan setiap ketetapan yang dikeluarkan DJP yang dianggap tidak sesuai. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengajukan keberatan.
Ketika keberatan yang diajukan atas surat ketetapan pajak tersebut berakhir dengan penolakan, ada upaya hukum lanjutan yang bisa ditempuh wajib pajak, yaitu mengajukan banding ke Pengadilan Pajak ini.
Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan yang khusus memeriksa perkara sengketa di bidang perpajakan dan berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung.
Secara definisi, banding perkara pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Permohonan banding tidak hanya berlaku atas ketetapan pajak, tetapi juga bisa dilakukan atas keputusan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (DJBC) Kementerian Keuangan ataupun Kantor Pajak Daerah.
Permohonan banding
Proses banding dimulai ketika wajib pajak mengajukan permohonan banding ke pengadilan pajak untuk surat ketetapan pajak (SKP) yang diterima dari DJP atas hasil penelitian keberatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan wajib pajak ketika mengajukan surat banding:
Surat banding diajukan secara tertulis, dibuat dalam bahasa Indonesia, menggunakan kertas folio (F4), dan jenis huruf Bookman Old Style ukuran 11.
Surat banding dibuat dengan mengacu pada format yang ditetapkan di dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017 tentang Perubahan atas Surat Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-002/PP/2015 tentang Kelengkapan Administrasi Banding atau Gugatan.
Surat banding harus disertai alasan yang jelas dengan melampirkan salinan surat keputusan yang diajukan banding.
Surat banding diajukan maksimal tiga bulan sejak tanggal surat keputusan DJP dan pemerintah daerah terbit, atau maksimal 60 hari sejak tanggal surat keputusan DJBC terbit.
Jangka waktu pelunasan pajak terutang yang belum dibayar saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal terbit putusan banding.
Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan, tidak termasuk sebagai utang pajak.
Surat banding dan kelengkapan administrasinya diajukan kepada Pengadilan Pajak, baik secara langsung diserahkan ke Loket Penerimaan Surat maupun menggunakan jasa ekspedisi tercatat atau POS tercatat.
Kelengkapan administrasi
Sebelum surat banding dikirimkan, wajib pajak sebaiknya memeriksa kelengkapan dokumen pendukung atau persyaratan administrasi yang harus dipenuhi saat mengajukan surat banding, yaitu:
Surat banding yang disampaikan harus dalam format dokumen (doc), sedangkan dokumen pendukung lain dalam format pdf.
Proses banding perkara pajak
Proses banding dimulai ketika wajib pajak mengajukan surat banding ke Pengadilan Pajak, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat permintaan uraian banding ke DJP dan dilanjutkan dengan tahapan berikutnya hingga terbit putusan banding.
Secara rinci, berikut proses banding perkara pajak:
Putusan banding dapat langsung dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini DJP Kementerian Keuangan, dalam jangka waktu 30 hari sejak putusan diterima dari Pengadilan Pajak.
Bila WP atau DJP tidak setuju dengan hasil putusan banding, masih bisa mengajukan upaya hukum lanjutan, yaitu peninjauan kembali.
Naskah SE Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017
Berikut ini adalah naskah SE Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017 sebagaimana termaktub dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Keuangan, yang dapat diakses dan atau diunduh langsung di sini:
Naskah: MUC/SATRIA RAMDHANY/CLARINA PUSPITA/ASP, KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
https://money.kompas.com/read/2023/04/28/193858726/tata-cara-dan-prosedur-banding-perkara-pajak