Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiyaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, beban utang pemerintah tidak dapat hanya dilihat dari nominalnya saja. Menurutnya, terdapat sejumlah aspek lain yang menentukan besarnya beban utang terhadap kas negara.
"Tentu untuk melihat beban kewajiban utang kita tidak hanya melihat dari sisi nominal," ujar dia dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR RI, Selasa (13/6/2023).
Suminto menjelaskan, aspek-aspek yang perlu diperhitungkan untuk melihat beban utang terhadap kas negara meliputi, likuiditas, solvabilitas, vulnerabilitas, serta sustainibilitas.
Dari sisi vulnerabilitas, pemerintah membandingkan nominal pembayaran berkaitan dengan anggaran penerimaan dan belanja negara. Seiring dengan kenaikkan nominal pembayaran utang, anggaran penerimaan dan belanja negara juga terus mengalami pertumbuhan.
"Indikator itu menunjukkan perbaikan," kata Suminto.
Kemudian, dari aspek sustainibilitas atau keberlanjutan, pemerintah memperhatikan keseimbangan primer, yakni total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Indikator ini dinilai relatif terjaga. Sebagai informasi, pada April 2023 keseimbangan primer APBN mencapai Rp 374,3 triliun.
"Kita jaga keseimbangan primer kita, itu merupakan salah satu upaya menjaga sustainibilitas utang kita," ujar Suminto.
Lebih lanjut ia bilang, rasio pembayaran utang pemerintah juga terus mengalami perbaikan, selaras dengan produk domestik bruto (PDB) nasional yang terus meningkat. Oleh karenanya dengan melihat berbagai indikator itu, Suminto mengklaim, beban utang pemerintah masih terjaga.
"Terlepas dari nominal yang disampaikan tadi dari berbagai indikator yang saya sampaikan tadi posisi utang kita masih dalam posisi yang terjaga," ucapnya.
https://money.kompas.com/read/2023/06/14/123500726/kemenkeu--jangan-hanya-lihat-beban-utang-pemerintah-dari-nominalnya