Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Social Commerce" Banjir Produk Impor, Kemendag Perlu Revisi Aturan Perdagangan Elektronik

Hal itu menyusul banyaknya produk impor yang dijual di Tanah Air melalui social commerce seperti aplikasi TikTok.

Huda menjelaskan, impor meningkat seiring terjadinya social commerce boom dan e-commerce boom. Banyak data-data beredar yang menyebutkan hingga 95 persen produk-produk e-commerce berasal dari impor.

"Mungkin seller-nya lokal tapi produk-produknya dari impor, terutama China. Ini yang harus dibahas dalam revisi Permendag Nomor 50," ujarnya, dalam Diskusi Publik Project S TikTok, yang disiarkan virtual, Senin (24/7/2023).

Lebih lanjut Nailul membeberkan ada tiga poin yang harus direvisi oleh Kemendag dalam baleid tersebut.

Pertama adalah penyempurnaan definisi Penyelenggara Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang hanya mengatur transaksi perdagangan karena social commerce bukan untuk transaksi perdagangan melainkan komunikasi secara umum.

Kedua adalah perlu adanya peraturan terkait dengan Penyelenggaraan Sarana Perantara karena sering digunakan sebagai kedok social commerce untuk dalih bukan tempat jual beli.

"Karena sarana perantara ini bukan krusial dia hanya menyelenggarakan komunikasi antar-orang saja sementara sarana prasarana ini hanya menyelenggarakan komunikasi antara orang. Ini sering sekali dijadikan kedok, sementara sarana perantara hanya tempat komuniaksi saja," jelas Nailul.

"Misal dulu kayak Kaskus, itu sarana perantara dan ini harusnya diatur juga lebih rinci, direvisi Permendag ke depan agar bisa disarankan beberapa aturan yang setara e-commerce seperti pajak dan lainnya," sambung Nailul.

Ketiga, yang perlu direvisi adalah mengenai peraturan barang impor yang seharusnya ada di bagian deskripsi barang.

Nailul mengatakan, kebanyakan penjual yang ada di social commerce atau e-commerce adalah penjual lokal, namun sayangnya produk yang dijual malah justru produk impor.

"Ini yang harus kita dorong agar jangan sampai merugikan UMKM kita dan perlu diketahui bahwa Asosiasi e-commerce itu selalu mengangkat crossborder 7-10 persen. Barang- barang yang dijual seller lokal adalah barang impor," pungkasnya.

Sebagai informasi, Project S TikTok merupakan agenda yang dijalankan platform social commerce asal China melalui Tiktok Shop untuk memperbesar bisnisnya di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Melalui Project S, Tiktok dicurigai akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.


Pemerintah akan bentuk Satgas

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menilai Project S TikTok berpotensi mengancam pertumbuhan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri.

Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan membentuk satuan tugas (satgas) yang bertugas melakukan percepatan dalam penyediaan akses digital serta pemantauan ekosistem digital, termasuk social commerce.

Satgas tersebut nantinya bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap pelaku UMKM dari ancaman social commerce asing.

Satgas ini nantinya akan melibatkan kementerian dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan bersama. Kementerian dan instansi yang terlibat antara lain Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lembaga terkait lainnya.

"Terus terang memang kemajuan teknologi ini memerlukan cara berpikir baru untuk mengatasinya. Bukan hanya Kominfo yang ngurusin, tetapi juga antar instansi yang in-charge untuk hal-hal seperti ini," tutur Menkominfo Budi Arie Setiadi melalui keterangan resmi yang diterima Kompas.com, dikutip Sabtu (22/7/2023).

https://money.kompas.com/read/2023/07/24/144840226/social-commerce-banjir-produk-impor-kemendag-perlu-revisi-aturan-perdagangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke